Senin, 16 Maret 2020

Kuliah Online Prinsip Ekonomi Perspektif al-Quran IAT A


 Oleh :


Nur Afifah (3118001), Sabbrina Laila rosa (3118002), Safa (3118044), Ailsa Ayu Pasadena,(3117006)


           
           1.      PENDAHULUAN
Kebiasaan masyarakat sekarang mengalami perubahan karena terpacu oleh adanya perkembangan teknologi, yang mana salah satunya berupa hal kebiasaan dalam melakukan suatu transaksi jual beli. Saat dulu transaksi jual beli harus dilakukan secara tatap muka  saling bertemu. Di mana  saat itulah terjadi peralihan barang secara langsung dari penjual kepada pembeli, yaitu pembeli harus bertemu dengan penjual di pasar nyata.
Saat ini semua beralih ke era di mana transaksi tidak lagi dilakukan secara langsung, akan tetapi lebih sering melalui media on-line. Sebuah pertemuan dalam transaksi saat ini tidak menjadi keharusan antara penjual dengan pembeli dalam melakukan transaksi, melainkan cukup dengan memakai teknologi internet langsung bisa terjadi transaksi antara penjual dan pembeli. Telah terdapat berbagai segala macam produk yang  disediakan dalam transaksi online sehingga tidak lagi melakukan penjualan secara tatap muka semata, melainkan sudah menggunakan teknologi untuk melakukan penjualan secara on-line.
Selain itu, dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin modern, seiring dengan lahirnya berbagai teknologi baru seperti smart-phone, tablet, dan berbagai gadget lainnya. Pada berbagai teknologi baru tersebut, konsumen dapat membeli berbagai fitur program dari pasar on-line yang terdapat pada berbagai teknologi tersebut baik secara gratis maupun berbayar.
Seiring dengan perkembangan teknologi dalam melakukan transaksi yang semakin berkembang ini, ternyata turut pula menimbulkan berbagai permasalahan. Beberapa permasalahan yang dapat muncul dalam transaksi on-line seperti (a) kualitas barang yang dijual, hal ini dikarenakan pembeli tidak melihat secara langsung barang yang akan dibeli. Penjual hanya melihat tampilan gambar dari barang yang akan dijual; (b) potensi penipuan yang sangat tinggi, di mana ketika pembeli sudah melakukan pembayaran namun barang tidak kunjung diantar kepada pembeli; (c) potensi gagal bayar dari pembeli, di mana ketika penjual sudah mengirimkan barang kepada pembeli namun pembayaran tidak kunjung dilakukan oleh pembeli.
Salah satu hal yang membedakan bisnis online dengan bisnis off line adalah proses transaksi (Akad) dan media utama dalam proses tersebut. Hal seperti ini membuat adanya perbedaan dalam prinsip ekonomi yang berlaku. Secara umum, bisnis dalam Islam menjelaskan adanya transaksi yang bersifat fisik, dengan menghadirkan benda tersebut ketika transaksi, atau tanpa menghadirkan benda yang dipesan, tetapi dengan ketentuan harus dinyatakan sifat benda secara konkret, baik diserahkan langsung atau diserahkan kemudian sampai batas waktu tertentu.
          2.      PRINSIP-PRINSIP EKONOMI DALAM AL-QUR’AN
1)      Matlamat untuk mencapai Al-Falah
Al-falah dapat diartikan sebagai keridoan Allah didunia dan akhirat,,
Untuk mendapat al falah seorang muslim haruslah mempunyai nilai ibadah yakni kepatuhan kepada Allah, jadi apa saja perkara yang berkaitan dengan ekonomi jika itu memakai kepuasan hawa nafsu maka ia akan mendahulukan keperluan atau kepentingan rohani karana itu merupakan ibadah kepada Allah SWT.
Kata Al-falah sendiri memiliki banyak makna. Diantara maknannya adalah kemakmuran, keberasilan, atau pencapaian apa yang kita inginkan atau kita cari sesuatu dengannya kita berada dalam keadaan bahagia atau baik terus-menerus dalam baik menikmati ketentraman, kenyamanan, atau kehidupan yang penuh berkah kabadian, kelestarian, terus menerus dan keberlanjutan.
Q.S. al-Imran : 130
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinnya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
Pada ayat diatas kata riba dihadapkan dengan falah. Larangan memakan riba dihadapkan dengan falah. Larangan memakan riba tidak saja yang berlipat, sesungguhnya adalah syarat bagi seseorang untuk memperoleh falah. Sebagaimana yang telah dijelaskan para mufassir, riba diharamkan karena kezaliman yang ditimbulkannya. Kerusakan yang ditimbulkan riba bukan saja menimpa debitur, tetapi juga krediturnya. .[1]
Tafsiran dalam tafsir al misbah adalah seandainya uraian tentang perang uhud telah selesai, maka ayat yang berbicara tentang riba ini, boleh jadi tidak membingungkan untuk dicari rahasia penempatannya disini, tetapi ayat-ayat yang berbicara tentang perang uhud, masih cukup panjang. Ini menjadikan sementara ulama memeras pikiran untuk mencari hubungannya, bahkan sebagian mereka kerana tidak puas dengan upaya atau pandangan ulama lain, berhenti dan berkesimpulan bahwa ayat ini tidak perlu dihubungkan dengan ayat-ayat sebelumnya. [2]
2)      Pemilikan harta sebagai amanah
Didalam kepemilikan seorang muslim itu mereka akan mengi’tiqot atau mempercayai bahwa pemilikan mutlak akan segala sesuatu adalah milik mutlak Allah SWT.karana pemilikan mereka diatas dunia ini hanyalah pemilikan yang relitif. Sebagaimana disebutkan ayat tadi Seorang muslim di dunia ini hanyalah seorang wakil untuk memiliki barang-barang atau harta yang ada di dunia ini, jadi, dengan kepimilikan secara berwakil tersebut seorang muslim akan terdorong untuk menggunakan pendapatannya pada perbelanjaan yang hanya dibenarkan oleh syariat dan penilaian positif dari Allah SWT. Sesuai dengan firman Allah SWT. Q.S. Al-hadid : 7
آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.”
Dalam tafsiran Il-Ibriz menjelaskan :
Siro kabeh podho tetepo anggone iman marang Allah Ta’ala lan utusane! Lan siro kabeh podhoho infaq (kanggo ngeluhurake agamane Allah Ta’ala) saking bondho-badha kang Allah Ta’ala wus ndadekake siro kabeh minongko dadi genti miliki bondho mau (saking wong-wong kang sakdurung iro kabeh. Lan ora wurung siro kabeh ugo bakal diganteni dening wong-wong kang sakbakdane siro kabeh, tumerap pemilike bondho-bondho iku). Wong-wong kang podho iman saking golongan iro kabeh lan podho infaq (nyokongake bondhone kanggo perang sabil) iku dheweke bakal nompo ganjara kang Agung.
     (Kisah) Zaman kedadeyan perang Tabuk, kanjeng Nabi nganjurake infaq fisabilillah, poro sahabat podho rerikitan lan podho akeh-akehan anggone infaq. Kolo iku shohabat Utsman nyokong telung atus unto, saklapake sak abah-abahane lan sak momotane pisan, kejobo iku isih di tambah sewu dhinar dhuwit.[3]
3)      Kebenaran dan hak
Seorang muslim hanya dibenarkan untuk menggunakan barang yang halal saja dan seorang muslim disyariatkan untuk meninggalkan perkara yang haram tetapi sekalipun ada terlihat macam ini tetapi ia tidak menghalang ataupun tidak menimbulkan kesukaran karna barang yang halal atau yang dibenarkan itu adalah jauh lebih banyak dari pada perkara yang haram, ini sebagaimana yang difirman Allah Q.S. albaqarah:173
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya :
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dalam tafsiran al ibriz menjelaskan :
Sakmestine kang den haramaken Allah Ta’ala merang siro kabeh, yoiku bathang, gethih, daging babi, lan hayawan  kang den beleh ora kerono Allah Ta’ala, balik kerono beraholo. Ananging sopo wong kang banget diharurate sahenggo lamun ora inggal-inggal mangan biso mati kaliren, banjur wong mau mangan kang dilarang dening Allah Ta’ala mau, ing halle dheweke ora golongane wong mampang lan ora wong nganingoyo, wong mau ra doso, satemene Allah Ta’ala iku akeh pangapurane lan akeh welase. (Tambihun) sawenehing menuso ono kang diharamaken Allah Ta’ala naming bathang, getih, daging babi, lan hewan kang disembelih ora kerono Allah Ta’ala, dheweke nuli duwe faham yen liyone kang katutur mau kabeh halal, upamane koyo macan, kucing, ulo, asu, kalajengking, kelabang, laler. Lan liya-liyane. Faham kang koyo mengkono iku keliru. Jalaran kejobo ayat iki, kanjeng Nabi Muhammad ugo ndhawuhaken harame hewan kang kuat landhep siunge, lan hewan kang kuat cengkereme. Ing mongko dhawuhe kanjeng Nabi iyo wahyu saking pangeran. Mulone kito ora keno gumampang naming faham dhohire ayat. Kanggo netepaken hokum, kito kudu nyelidiki ayat-ayat Al-Qur’an, Al-Hadis,Al-Ijma’, lan Al-Qias. Yen kito ora biso nyelidiki dhewe (pancen angel kang banget) jalaran saking kurange ngilmu, kito nderek bae marang dhawuhe imam-imam mujtahid-mujtahid, ora ngetes tinggal Al-Qur’an wal hadits, sebab dhawuhe imam-imam lan mujtahid-mujtahid iku haqiqote iyo bersumber saking Al-Qur’an wal- hadis.[4]
4)      Prinsip kebersihan
Tidak semua barang yang halal itu boleh digunakan dalam Islam. Brang yang halal tetapi kotor tidak dianggap sebagai barang pengguna dalam Islam, barang pengguna ialah barang yang halal dan bersih , kepentingan barang yang bersih diterangkan dalam al-Qur’an sebanyak 18 kali dalam al-Qur’an yang menyebut barang tersebut sebagai at-Tayyibat. Sebaimana firman Allah Q.S. Al Baqarah : 222
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya :
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.

Jika dicermati, olshop yang memiliki prinsip ekonomi Qurani, menurut pemakalah, harus berprinsip:
1.      Mencari ridho Allah (al-Falah)
2.      Harta adalah amanah
3.      Kebenaran dan Hak
4.      Kebersihan
4 prinsip tersebut, diyakini oleh pemakakalah, dapat bersanding dengan 10 prinsip ekonomi konvensional
Apakah setuju dengan pernyataan di atas? Atau ada yang kurang? Atau ada yang kurang tepat penafsiran ayatnya?


[1] Dr. H. Azhari Akmal Tarigan, tafsir ayat-ayat ekonomi al-Qur’an, (Bandung : Citapustaka mudia perintis ), hlm 75
[2] M. Quraisy shihab, Tafsir al-Misbah, jld. 2m hal. 213
[3] KH. Bisri Mustofa, Al-Ibriz terjemah al-qur’an bahasa jawa latin
[4] KH. Bisri Mustofa, Al-Ibriz terjemah al-qur’an bahasa jawa latin

Part 2: Tafsir Ayat Ekonomi A


Dalam al-Qur’an al-mal ada 86 kali pada 76 ayat dalam 38 surat. Ada beberapa kata yang digunakan al-Qur’an untuk memaknai harta, namun dalam artikel ini kami hanya akan memaparkan salah satu diantara ayat-ayat harta untuk menjelaskan kedudukan harta di dalam al-Qur’an. Pada hakikatnya Allah adalah pemilik harta secara mutlak yang kemudian diberikan kepada hamba Nya sebagai titipan yang harus dijaga, sebagai perhiasan dalam hidupnya, sebagai ujian keimanan, dan bekal untuk beribadah kepada Nya dalam surat al-kahfi ayat 46 yang berbunyi:
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus menerus adalah lebih baik pahalanya disisi tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”(“TAFSIR AYAT-AYAT AL-QURAN.pdf,” n.d.)
            Allah menjelaskan bahwa harta dan anak-anak merupakan perhiasan di dunia. Namun sesuatu yang dapat memberikan kebahagiaan dan kemanfaatan ialah tidak lain dari amalan-amalan sholih seperti halnya sholat, zakat, puasa serta berbakti kepada orang tua dan lain sebagainya.(Masrur, 2017). Dalam surat al Kahfi ayat 46 menjelaskan bahwa kata Al Mal yang berkedudukan sebagain Zinah sesungguhnya dapat melalaikan seseorang terhadap nikmat Allah SWT.
            Penamaan zinah/hiasan lebih tepat daripada menamainya (qimah/berharga/bernilai), karena kepemilikan harta dan  anak tidak dapat menjadikan kita berharaga/mulia melainkan melalui iman dan amal saleh kita sendiri, seperti yang sudah disebutkan di atas, tentang sholat, zakat, puasa,dll.
            Kemudian di ujung ayat Al-Baqiyat al-salihat penggunaanya tidak di maksudkan untuk meremehkan kedua kata kunci dalm ayat tersebut (harta dan anak), melainkan al baqiyyat (kekal), hanya untuk perbandingan. Jika ingin mencapai kebahagiaan di dunia harta dan anak-anak itu sebuah keniscayaan.
            Apabila yang di harapkan kebahagiaan haqiqi, kebahagiaan yang kekal sebenarnya bersama Allah SWT jawabannya adalah amal saleh, dengan mengupayakan dan  menggunakan hartanya untuk beramal saleh, ataupun memiliki anak yang saleh itu adalah buah hasil amal mereka mendidik anak-anaknya menjadi saleh.(“TAFSIR AYAT-AYAT AL-QURAN.pdf,” n.d.)
Harta dan dan Anak-anak merupakan dua hal yang sangat diperhatikan seseorang dalam kehidupannya karena keduanya dapat  memberikan pengaruh terhadap kedudukan serta martabat seseorang. Seperti yang telah tergambarkan dalam kisah Uyainah pemuka Quraisy yang memiliki banyak harta serta banyak anak buah.

Silahkan ditanggapi paragraf yang bertulisan Bold-Italic di atas