Oleh : Moh. Achwan Baharuddin
A.
PENDAHULUAN
Sebagian besar pemerhati Hadis sepakat bahwa penulisan hadis
dimulai pada abad ke-2 H secara besar-besar. Pada masa Nabi, penulisan hadis
cenderung dilarang karena ada ketakutan tercampurnya hadis dengan Al-quran.[1]
Namun, setelah Islam menyebar dan berkembang keseluruh penjuru jazirah Arab,
kebutuhan akan tulis menulis semakin tinggi, salah satunya adalah adanya hadis
yang mulai menyebar.
Salah satu karya monumental hadis yang dapat dikatakan sebagai
generasi awal kitab hadis adalah musnad al-syafi’i. Kitab tersebut dalam
hemat penulis adalah sebagai jawaban dari Imam Syafi’I terhadap liarnya
penyebaran hadis-hadis yang tidak bersumber kepada Nabi. Meski dia dikenal
sebagai ahli hukum islam (fiqh dan ushul al-fiqh), namun jerih
payahnya dalam mempertahankan otoritas dan autentisitas hadis, beliau
kemudian mendapatkan kunyah sebagai nashir al-hadis.
Kitab hadis (kodifikasi hadis,red), selain menghidupkan hadis-hadis
Nabi yang mulai tergerus dengan penyebaran hadis-hadis palsu, kitab hadis juga
menghidupkan khazanah islam, memperluas cakrawala pengetahuan dan mempermudah
pencarian dan penyedikan hadis-hadis Nabi. Oleh karena itu, sejak terjadi
kodifikasi yang dimulai pada abad ke-2 H sampai sekarang, telah lahir ribuan
kitab hadis. Meski demikian, penelitian atau kajian tentang kitab-kitab
tersebut minim dilakukan sampai sekarang.
Berangkat dari hal diatas, kajian dan penelitian singkat berupa
makalah mengenai kitab Musnad al-Syafi’i ini dalam hemat penulis masih
relevan dan perlu dilakukan. Tulisan singkat ini, setidaknya dapat menambah
wawasan pemerhati hadis tentang kitab-kitab hadis, terutama kitab musnad.
Semuga bermanfaat.
B.
BIOGRAFI
Imam Syafi’i lahir pada tahun 150 H. Namun ulama berbeda pendapat
mengenai tempat lahirnya. Akan tetapi, pendapat ulama yang disepakati adalah
Kota Ghazzah (sebuah kota yang terletak di perbatasan wilayah Syam menuju
Mesir).[2]
Imam Syafi’i bernama asli Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Usman
bin Syafi’i bin al-Sya’ib bin Ubaid bin Abu Zayd bin Hasyim bin Muthalib bin
Abdu Manaf bin Qushay.
Ketika berumur dua tahun, Syafii dibawa oleh ibunya ke negeri Hijaz
dan berbaur dengan penduduk negeri itu. Ketika berumur 10 tahun, ia dibawa ke
Mekkah dan tinggal di dekat Syi’bu al-Khaif. Perpindahan tersebut telah
mempertemukan Syafii dengan seorang guru yang mengajarinya al-Quran, selain
itu, dia juga berkesempatan untuk menghafalnya. Bahkan dikatakan sebagian
ulama, Syafii telah menghafal al-Quran sebelum usia 10 tahun, yaitu di usia 7
tahun. Kelebihan lainnya adalah ia sudah menghafal kitab Muwaththa’ karya
Imam Malik pada usia 12 tahun.
Imam Syafi’i mengambil ilmu dari para ulama di berbagai tempat
misalnya di Makkah, Madinah, Kufah, Bashrah, Yaman, Syam dan Mesir. Imam
AL-Baihaqi menyebutkan beberapa orang guru Imam Asy-Syafi’i di antaranya
sebagai berikut:
·
Di
Makkkah
· Imam Sufyan bi Uyainah.
· Abdurrahman bin Abu Bakar bin Abdullah bin Abu Mulaikah.
· Ismail bin Abdullah Al-Muqri.
· Muslim bin Khalid Az-Zanji.
·
Di
Madinah
· Imam Malik bin Anas.
· Abdul Aziz bin Muhammad Ad-Darawirdi.
· Ibrahim bin Sa’ad bin Abdurrahman.
· Muhammad bin Ismail Abu Fudaik.
·
Di
tempat-tempat yang lain
· Hisyam bin Yusuf Al-Shan’ani.
· Mutharrif bin Mazin Al-Shan’ani.
· Waki’ bin Jarrah
· Muhammad bin Hasan Al-Syaibani.
Adapun murid-murid beliau yang
terkenal adalah;
- Rabi’ bin Sulaiman bin Abdul Jabbar tokoh hadits dan fiqih,
menjadi syaikh muazzin di masjid Fusthath.
- Abu Ibrahim Ismail bin Yahya bin Ismail bin Amr bin Muslim
Al-Muzani Al-Mishri.
- Abu Yaqub Yusuf bin Yahya Al-Mishri Al-Buwaithi. Beliau juga
bertemu dengan Imam Ahmad bin Hambal dan saling mengambil ilmu antara keduanya.[3]
Imam Syafi’i meski tergolong ulama yang hidupnya sebentar, 54
tahun, tetapi beliau adalah seorang penuli produktif. 174 karya kurang lebih
telah dihasilkannya semasa hidupnya. Di antara karya-karyanya adalah sebagai
berikut.
-
Al-Risalah
-
Ikhtilaf
al-Hadis
-
Al-Sunan
al-Ma’surah
-
Al-Fiqh
al-Akbar
-
Musnad
-
Ahkam
al-Quran
-
Al-Umm
Imam Syafii wafat pada malam jumat bulan Rajab 204 H dalam usia 54
tahun di kota Mesir dan di kota itu lah, beliau disemayamkan.
C.
IMAM SYAFII DAN HADIS
Meski terjadi perselisihan riwayat tentang masa kedatangan
Al-Syafii ke Mekah untuk pertama kali, namun semua sepakat bahwa ia datang ke
Mekah ketika kota ini dipenuhi ulama-ulama hadits yang ternama. Di antara
sekian banyak ulama pada saat itu, Sufyan bin ‘Uyainah menempati posisi yang
paling terhormat karena keluasan ilmu dan banyak haditsnya. Oleh karena itu,
sejak remaja Al-Syafii telah bersungguh-sungguh menghadiri majlis riwayatnya
sehingga terjalin hubungan personal yang sangat kuat antara guru dan murid ini.
Selain dari Ibn ‘Uyainah, Al-Syafii menimba ilmu dari ulama-ulama lain di Mekah
seperti Muslim Al-Zinji, Sa’id Al-Qaddah dan lain-lain.
Perjalanan ilmiah Al-Syafii menuntut hadits dilanjutkan ke Madinah
ketika pada usia 23 tahun (sesuai pendapat Al-Dzahabi) ia datang ke kota ini
dan berjumpa dengan Malik bin Anas, Ibrahim bin Muhammad Ibn Abi Yahya, Abd
Al-'Aziz bin Muhammad Al-Darawardi, Ibrahim bin Sa'ad, Anas bin 'Iyadh dan
lain-lain. Semua orang ini boleh dikata merupakan tiang-tiang penyangga hadits
dan fiqh di Madinah kala itu. Al-Syafii melanjutkan perjalanan
intelektualnya dengan pergi ke Yaman, Baghdad dan Mesir untuk mengumpulkan
hadits-hadits yang terdapat di semua kota ini dan berdiskusi dengan para tokoh
ulamanya.
Semua guru-guru tersebut adalah ulama hadis beraliran hijaz. Mereka
setidaknya pernah memberikan pengaruh terhadap pandangan Syafii terhadap
hadis,terutama kepada para perawinya. Salah satunya adalah ucapannya beliau
““Demi Allah, jika sanad hadits yang berasal dari Irak sesahih apapun, namun
jika aku tidak menemukan hadits yang mendukung maknanya di negeri kami (Hijaz),
maka aku tidak mengindahkan hadits tersebut.”
Namun, penilaian Syafii
terhadap ulama Irak mulai berubah dan cenderung obyektif kemudian dalam
penilaian setelah bertemu dengan tokoh-tokoh hadis Irak, seperti Ismail bin
‘Ulayyah dan Waki’ bin Al-Jarrah, juga pemuda-pemuda cerdas seperti Ahmad bin
Hanbal dan ‘Ali bin Al-Madini. Hal tersebut terceminkan dari ucapannya, “Kalian
lebih menguasai hadits dan rijal (nama-nama perawi) daripada diriku. Maka jika
ada sebuah hadits yang sahih, maka beritahulah aku. Aku akan menerimanya
walaupun hadits itu berasal dari Kufah, Basrah atau Syam jika ia benar-benar
sahih.”.
Latar belakang keilmuan hadis seperti demikian sehingga penilaian
Al-Syafii kepada perawi hadits tidak dilakukan dengan sembarangan, melainkan
sesuai dengan sebuah mekanisme penelitian yang sangat teliti. Ia berkata
“Dinilai hafalan seorang perawi hadits dengan (cara): jika beberapa orang
meriwayatkan (sebuah hadits yang sama) dari seorang guru, jika salah seorang
dari mereka sesuai riwayatnya dengan riwayat mereka maka ia dinilai hafal. Dan
ia tidak dinilai hafal jika riwayatnya tidak sesuai dengan riwayat
mereka."[4]
D.
TELAAH KITAB MUSNAD AL-SYAFI’I
Kitab Musnad adalah kitab
hadis yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkan hadis.
Biasanya dimulai dengan nama sahabat yang pertama kali masuk Islam atau
disesuaikan dengan urutan abjad.[5]
Namun demikian, definisi istilah tersebut tidak berlaku terhadap karya
imam Syafii ini. Karya tersebut lebih kepada corak kitab fiqh sehingga
penyusunannya berdasarkan bab-bab fiqh, tidak berdasarkan abjad sahabat-sahabat
Nabi. Untuk memudahkan pemahaman tersebut, berikut ini daftar isi kitab Musnad
al-Syafi’i.
No
|
Kitab/Bab
|
No
|
Kitab/Bab
|
1
|
ما
خرج من كتاب الوضوء
|
36
|
العدد
إلا ما كان منه معادا
|
2
|
استقبال
القبلة في الصلاة
|
37
|
القرعة
والنفقة على الأقارب
|
3
|
الإمامة
|
38
|
الرضاع
|
4
|
إيجاب
الجمعة
|
39
|
ذكر
الله تعالى على غير وضوء والحيض
|
5
|
العيدين
|
40
|
قتال
أهل البغي
|
6
|
الصوم
والصلاة والعيدين والاستسقاء وغيرها
|
41
|
قتال
المشركين
|
7
|
الزكاة
من أوله إلا ما كان معادا
|
42
|
الأسارى
والغلول وغيره
|
8
|
إباحة
الطلاق
|
43
|
قسم
الفيء
|
9
|
الصيام
الكبير
|
44
|
صفة
نهى النبي صلى الله عليه و سلم وكتاب المدبر
|
10
|
المناسك
|
45
|
التفليس
|
11
|
البيوع
|
46
|
الدعوى
والبينات
|
12
|
الرهن
|
47
|
صفة
أمر النبي صلى الله عليه و سلم والولاء الصغير وخطأ الطبيب وغيره
|
13
|
اليمين
مع الشاهد الواحد
|
48
|
المزارعة
وكراء الأرضي
|
14
|
اختلاف
الحديث وترك المعاد منها
|
49
|
القطع
في السرقة وأبواب كثيرة
|
15
|
الجزء
الثاني من اختلاف الحديث من الأصل العتيق
|
50
|
البحيرة
والسائبة
|
16
|
الطلاق
|
51
|
الصيد
والذبائح
|
17
|
العتق
|
52
|
الديات
والقصاص
|
18
|
جراح
العمد
|
53
|
جراح
الخطأ
|
19
|
المكاتب
|
54
|
السبق
والقسامة والرمي والكسوف
|
20
|
المكاتب
|
55
|
الكسوف
|
21
|
اختلاف
مالك والشافعي رضي الله عنهما
|
56
|
الكفارات
والنذور والأيمان
|
22
|
الرسالة
إلا ما كان معادا
|
57
|
السير
على سير الواقدي
|
23
|
الصداق
والإيلاء
|
58
|
السير
على سير الواقدي
|
24
|
الصرف
|
59
|
الجنائز
والحدود
|
25
|
الرهون
والإجارات
|
60
|
الحج
من الأمال
|
26
|
الشغار
|
61
|
مختصر
الحج الكبير
|
27
|
الظهار
واللعان
|
62
|
النكاح
من الإملاء
|
28
|
الخلع
والنشوز
|
63
|
الوصايا
الذي لم يسمع منه
|
29
|
إبطال
الاستحسان
|
64
|
أدب
القاضي
|
30
|
أحكام
القرآن
|
65
|
الطعام
والشراب وعمارة الأرضين مما لم يسمع الربيع من الشافعي
|
31
|
الأشربة
وفضائل قريش وغيره
|
66
|
الوصايا
الذي لم يسمع من الشافعي رضي الله عنه
|
32
|
الأشربة
|
67
|
اختلاف
علي وعبد الله مما لم يسمع الربيع من الشافعي
|
33
|
عشرة
النساء
|
68
|
|
34
|
التعريض
بالخطبة
|
69
|
|
35
|
الطلاق
والرجعة
|
70
|
|
Sistematika penulisan diatas,[6]
jika dibandingkan dengan kitab musnad lainnya berbeda sama sekali, dalam
artian bahwa kitab-kitab lainnya disusun berdasarkan abjad sahabat, terutama
sahabat nabi yang pertama kali masuk Islam. Untuk lebih jelasnya, perhatikan
sistematika penulisan beberapa kitab musnad lainnya sebagai berikut.
Ø Musnad Ahmad ibn Hanbal
No
|
Bab/Kitab
|
Sub Bab
|
1
|
مسند العشرة المبسرين بالجنة
|
-
مسند أبي بكر الصديق رضي الله عنه
-
مسند عمر بن الخطاب رضي الله عنه
-
مسند عثمان بن عفان رضي الله عنه
-
Dst
|
2
|
مسند الصحابة بعد العشرة
|
-
عبد الرحمن بن أبي بكر رضي الله عنه
-
زيد بن خارجة رضي الله عنه
-
الحرث بن خزمة رضي الله عنه
-
Dst
|
3
|
مسند اهل البيت
|
-
حديث الحسن بن علي رضي الله عنه
-
حديث الحسين بن علي رضي الله عنه
-
dst
|
Ø Musnad Abi Ya’la
No
|
Bab/Kitab
|
1
|
مسند أبي بكر الصديق رضي الله عنه
|
2
|
مسند عمر بن الخطاب رضي الله عنه
|
3
|
مسند علي بن أبي طالب رضي الله عنه
|
Ø Musnad Alhumaidy
No
|
Bab/Kitab
|
1
|
أحاديث أبي بكر الصديق رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه و
سلم
|
2
|
أحاديث عمر بن الخطاب رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه و
سلم
|
3
|
أحاديث عثمان بن عفان رضي الله عنه
|
Musnad Syafii adalah kumpulan
hadis-hadis yang diriwayatkan dari Imam Syafii. Secara redaksi shighat
tahammaul wa al-ada’, sebagian besar hadis-hadis tersebut bersifat sima’i.
Yakni hadis-hadis yang tercantum di dalamnya menggunakan lafal seperti اخبرنا/اخبرني , حدثنا/حدثني, dan sedikit memakai shighat al-ijazah
seperti انبأنا/انبـأني.[7] Secara kualitas hadis, sebuah penelitian yang memfokuskan pada bab
jual beli berkesimpulan bahwa hadis-hadis tersebut berstatus sahih li dzati jumlahnya
delapan hadis, satu hadis berstatus sahih li ghairi dan satu hadis
berstatus dhaif.[8]
Sehingga apa yang pernah diucapkan oleh Syafii, “hadis sahih adalah mazhabku”
masih dipegang dalam penyusunan kitab tersebut.
Secara sumber refrensi, hadis-hadis yang termuat dalam kitab Musnad
Syafii bersumber kepada kitab lainnya yang fenomenal, al-umm. Meski al-umm
sendiri tidak hanya memuat kitab musnad saja. Ada beberapa karya
Syafii yang terlahir dari kitab al-umm, antara lain:
1.
Al-Musnad
2.
Khilafu
Malik
3.
Al-Radd
‘ala Muhammad bin Hasan
4.
Al-Khilafu
Ali wa Ibnu Mas’ud
5.
Ikhtilaf
al-hadis
Secara sanad, hadis-hadis dalam kitab musnad syafii mengutamakan
jalur periwayatan melalui Malik bin Anas. Hal tersebut tidak lain karena sikap
penghormatan Syafii terhadap guru hadis tersebut dimana karyanya juga sudah
dihafalkan di usia 12 tahun dan sebelum bertemu langsung dengan Imam Malik. Hal
tersebut dibuktikan oleh penulis dengan cross-reference bab wudlu, bab
tersebut memuat 79 hadis dan yang bersumber dari Imam Malik sebanyak 25 hadis.
Sebagai tambahan wawasan mengenai kitab Musnad al-Syafii, berikut
ini beberapa contoh redaksi hadis yang ada dalam kitab tersebut.
1 - أخبرنا الإمام أبو عبد الله محمد بن إدريس
الشافعي رضي الله عنه أخبرنا مالك بن أنس عن صفوان بن سليم عن سعيد بن سلمة رجل من
آل بن الأزرق أن المغيرة بن أبي بردة وهو من بني عبد الدار أخبره أنه سمع أبا
هريرة رضي الله عنه يقول سأل رجل رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال : يا رسول
الله انا نركب البحر ونحمل معنا القليل من الماء فإن توضأنا به عطشنا أفنتوضأ بماء
البحر فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم هو الطهور ماؤه الحل ميتته
2 - أنبأنا الثقة عن الوليد
بن كثير عن محمد بن عباد بن جعفر عن عبد الله بن عبد الله بن عمر عن أبيه : أن
رسول الله صلى الله عليه و سلم قال إذا كان الماء قلتين لم يحمل نجسا أو خبثا
3 - أخبرنا مالك عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي
هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : إذا شرب الكلب من إناء
أحدكم فليغسله سبع مرات
4 - أخبرنا سفيان بن عيينة عن أبي الزناد عن
الأعرج عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : إذا ولغ
الكلب في إناء أحدكم فليغسله سبع مرات
- 5أنبأنا بن عيينة
عن أيوب بن أبي تميمة عن بن سيرين عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى
الله عليه و سلم قال : إذا ولغ الكلب في إناء أحدكم فليغسله سبع مرات أولاهن أو
أخراهن بالتراب
E.
PENUTUP
Meski musnad syafii tidak termasuk kutub al-tis’ah,
namun kehadiran kitab tersebut dapat dijadikan alternativ dalam kajian hadis,
hal tersebut tidak lain karena syarat yang telah ditetapkan oleh Syafii telah
menjadi inspirasi dari Imam pioneer hadis, Bukhari, yaitu dalam persambungan
sanad harus disyaratkan adanya pertemuan. Untuk menjadi pengingat, bahwa kitab musnad
Syafii adalah bukan karya Imam Syafii, namun kitab ini adalah kitab yang
disandarkan kepada Imam Syafii.
[1] Hal tersebut
dikuatkan dengan HR. Muslim dalam karyanya. لاَ
تَكْتُبُوا عَنِّى وَمَنْ كَتَبَ عَنِّى غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُه (Janganlah menulis dariku dan
barangsiapa menulis dariku selain al-Quran maka hapuslah). Selengkapnya
lih. Imam Muslim, “Shahih Muslim, Hadis No. 7702, Juz VII”, hlm. 229 dalam Maktabah
al-Syamilah al-Isdar al-Tsani.
[2] Imam Syafii, Musnad
al-Imam al-Syafii (Haramain:Ttp n Th), hlm. 5
[3] Nurul
Mukhlisin, Aqidah dan Manhaj Imam al-Syafi’i (Tk:Abu Salmah. 2007), hlm.
2-4
[4] Sub
bab ini adalah sebuah resume dari artikel yang bersumber dari penelitian Thesis
yang di lakukan oleh Umar, selengkapnya lih. Umar Muhammad Noor, Antara
Al-Bukhari dan Syafii, dalam http://umarmnoor.blogspot.com/2011/03/antara-al-bukhari-dan-al-syafii.html. di
akses pada 29 November 2012
[5] Dzulmani, Mengenal
Kitab-kitab Hadis (Yogyakarta:Pustaka Insan Madani. 2008), hlm. XI
[6] Sistematika
tersebut berbeda dengan hasil kajian yang dilakukan oleh Dzulmani dalam
karyanya. Dia mencantumkan bab atau kitab dalam Musnad al-Syafii hanya
berjumlah 52 bab. Selengkapnya lih. Dzulmani, Mengenal Kitab-Kitab…hlm.
155-157. Sedangkan penulis sendiri data berdasarkan versi digital al-Maktabah al-Syamilah dan Versi
cetak terbitan Kharamain,
[7] Meski shighat
tersebut masih menjadi perdebatan sampai sekarang, seperti اخبرنا/اخبرني ,
حدثنا/حدثني, karena ada
sebagian ulama yang berpendapat shighat tersebut juga digunakan untuk
metode qira’ah dan ijazah. Syuhudi Isma’il, Kaedah Kesahihan
Sanad Hadis:Telaah Kritis dan Tinjauan Dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta:Bulan
Bintang. 1995), hlm. 72
[8] Dzulmani, Mengenal
Kitab-Kitab…hlm. 154
[9] Ibid