Minggu, 26 Agustus 2018

STUDI KITAB MUSNAD AL-SYAFI’I


Oleh : Moh. Achwan Baharuddin

A.    PENDAHULUAN
Sebagian besar pemerhati Hadis sepakat bahwa penulisan hadis dimulai pada abad ke-2 H secara besar-besar. Pada masa Nabi, penulisan hadis cenderung dilarang karena ada ketakutan tercampurnya hadis dengan Al-quran.[1] Namun, setelah Islam menyebar dan berkembang keseluruh penjuru jazirah Arab, kebutuhan akan tulis menulis semakin tinggi, salah satunya adalah adanya hadis yang mulai menyebar.
Salah satu karya monumental hadis yang dapat dikatakan sebagai generasi awal kitab hadis adalah musnad al-syafi’i. Kitab tersebut dalam hemat penulis adalah sebagai jawaban dari Imam Syafi’I terhadap liarnya penyebaran hadis-hadis yang tidak bersumber kepada Nabi. Meski dia dikenal sebagai ahli hukum islam (fiqh dan ushul al-fiqh), namun jerih payahnya dalam mempertahankan otoritas dan autentisitas hadis, beliau kemudian mendapatkan kunyah sebagai nashir al-hadis.
Kitab hadis (kodifikasi hadis,red), selain menghidupkan hadis-hadis Nabi yang mulai tergerus dengan penyebaran hadis-hadis palsu, kitab hadis juga menghidupkan khazanah islam, memperluas cakrawala pengetahuan dan mempermudah pencarian dan penyedikan hadis-hadis Nabi. Oleh karena itu, sejak terjadi kodifikasi yang dimulai pada abad ke-2 H sampai sekarang, telah lahir ribuan kitab hadis. Meski demikian, penelitian atau kajian tentang kitab-kitab tersebut minim dilakukan sampai sekarang.
Berangkat dari hal diatas, kajian dan penelitian singkat berupa makalah mengenai kitab Musnad al-Syafi’i ini dalam hemat penulis masih relevan dan perlu dilakukan. Tulisan singkat ini, setidaknya dapat menambah wawasan pemerhati hadis tentang kitab-kitab hadis, terutama kitab musnad. Semuga bermanfaat.

B.     BIOGRAFI
Imam Syafi’i lahir pada tahun 150 H. Namun ulama berbeda pendapat mengenai tempat lahirnya. Akan tetapi, pendapat ulama yang disepakati adalah Kota Ghazzah (sebuah kota yang terletak di perbatasan wilayah Syam menuju Mesir).[2]
Imam Syafi’i bernama asli Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Usman bin Syafi’i bin al-Sya’ib bin Ubaid bin Abu Zayd bin Hasyim bin Muthalib bin Abdu Manaf bin Qushay.
Ketika berumur dua tahun, Syafii dibawa oleh ibunya ke negeri Hijaz dan berbaur dengan penduduk negeri itu. Ketika berumur 10 tahun, ia dibawa ke Mekkah dan tinggal di dekat Syi’bu al-Khaif. Perpindahan tersebut telah mempertemukan Syafii dengan seorang guru yang mengajarinya al-Quran, selain itu, dia juga berkesempatan untuk menghafalnya. Bahkan dikatakan sebagian ulama, Syafii telah menghafal al-Quran sebelum usia 10 tahun, yaitu di usia 7 tahun. Kelebihan lainnya adalah ia sudah menghafal kitab Muwaththa’ karya Imam Malik pada usia 12 tahun.
Imam Syafi’i mengambil ilmu dari para ulama di berbagai tempat misalnya di Makkah, Madinah, Kufah, Bashrah, Yaman, Syam dan Mesir. Imam AL-Baihaqi menyebutkan beberapa orang guru Imam Asy-Syafi’i di antaranya sebagai berikut:
·         Di Makkkah
· Imam Sufyan bi Uyainah.
· Abdurrahman bin Abu Bakar bin Abdullah bin Abu Mulaikah.
· Ismail bin Abdullah Al-Muqri.
· Muslim bin Khalid Az-Zanji.
·         Di Madinah
· Imam Malik bin Anas.
· Abdul Aziz bin Muhammad Ad-Darawirdi.
· Ibrahim bin Sa’ad bin Abdurrahman.
· Muhammad bin Ismail Abu Fudaik.
·         Di tempat-tempat yang lain
· Hisyam bin Yusuf Al-Shan’ani.
· Mutharrif bin Mazin Al-Shan’ani.
· Waki’ bin Jarrah
· Muhammad bin Hasan Al-Syaibani.
Adapun murid-murid beliau yang terkenal adalah;
- Rabi’ bin Sulaiman bin Abdul Jabbar tokoh hadits dan fiqih, menjadi syaikh muazzin di masjid Fusthath.
- Abu Ibrahim Ismail bin Yahya bin Ismail bin Amr bin Muslim Al-Muzani Al-Mishri.
- Abu Yaqub Yusuf bin Yahya Al-Mishri Al-Buwaithi. Beliau juga bertemu dengan Imam Ahmad bin Hambal dan saling mengambil ilmu antara keduanya.[3]
Imam Syafi’i meski tergolong ulama yang hidupnya sebentar, 54 tahun, tetapi beliau adalah seorang penuli produktif. 174 karya kurang lebih telah dihasilkannya semasa hidupnya. Di antara karya-karyanya adalah sebagai berikut.
-          Al-Risalah
-          Ikhtilaf al-Hadis
-          Al-Sunan al-Ma’surah
-          Al-Fiqh al-Akbar
-          Musnad
-          Ahkam al-Quran
-          Al-Umm
Imam Syafii wafat pada malam jumat bulan Rajab 204 H dalam usia 54 tahun di kota Mesir dan di kota itu lah, beliau disemayamkan.



C.    IMAM SYAFII DAN HADIS
Meski terjadi perselisihan riwayat tentang masa kedatangan Al-Syafii ke Mekah untuk pertama kali, namun semua sepakat bahwa ia datang ke Mekah ketika kota ini dipenuhi ulama-ulama hadits yang ternama. Di antara sekian banyak ulama pada saat itu, Sufyan bin ‘Uyainah menempati posisi yang paling terhormat karena keluasan ilmu dan banyak haditsnya. Oleh karena itu, sejak remaja Al-Syafii telah bersungguh-sungguh menghadiri majlis riwayatnya sehingga terjalin hubungan personal yang sangat kuat antara guru dan murid ini. Selain dari Ibn ‘Uyainah, Al-Syafii menimba ilmu dari ulama-ulama lain di Mekah seperti Muslim Al-Zinji, Sa’id Al-Qaddah dan lain-lain. 
Perjalanan ilmiah Al-Syafii menuntut hadits dilanjutkan ke Madinah ketika pada usia 23 tahun (sesuai pendapat Al-Dzahabi) ia datang ke kota ini dan berjumpa dengan Malik bin Anas, Ibrahim bin Muhammad Ibn Abi Yahya, Abd Al-'Aziz bin Muhammad Al-Darawardi, Ibrahim bin Sa'ad, Anas bin 'Iyadh dan lain-lain. Semua orang ini boleh dikata merupakan tiang-tiang penyangga hadits dan fiqh di Madinah kala itu.  Al-Syafii melanjutkan perjalanan intelektualnya dengan pergi ke Yaman, Baghdad dan Mesir untuk mengumpulkan hadits-hadits yang terdapat di semua kota ini dan berdiskusi dengan para tokoh ulamanya.
Semua guru-guru tersebut adalah ulama hadis beraliran hijaz. Mereka setidaknya pernah memberikan pengaruh terhadap pandangan Syafii terhadap hadis,terutama kepada para perawinya. Salah satunya adalah ucapannya beliau ““Demi Allah, jika sanad hadits yang berasal dari Irak sesahih apapun, namun jika aku tidak menemukan hadits yang mendukung maknanya di negeri kami (Hijaz), maka aku tidak mengindahkan hadits tersebut.”
 Namun, penilaian Syafii terhadap ulama Irak mulai berubah dan cenderung obyektif kemudian dalam penilaian setelah bertemu dengan tokoh-tokoh hadis Irak, seperti Ismail bin ‘Ulayyah dan Waki’ bin Al-Jarrah, juga pemuda-pemuda cerdas seperti Ahmad bin Hanbal dan ‘Ali bin Al-Madini. Hal tersebut terceminkan dari ucapannya, “Kalian lebih menguasai hadits dan rijal (nama-nama perawi) daripada diriku. Maka jika ada sebuah hadits yang sahih, maka beritahulah aku. Aku akan menerimanya walaupun hadits itu berasal dari Kufah, Basrah atau Syam jika ia benar-benar sahih.”.
Latar belakang keilmuan hadis seperti demikian sehingga penilaian Al-Syafii kepada perawi hadits tidak dilakukan dengan sembarangan, melainkan sesuai dengan sebuah mekanisme penelitian yang sangat teliti. Ia berkata “Dinilai hafalan seorang perawi hadits dengan (cara): jika beberapa orang meriwayatkan (sebuah hadits yang sama) dari seorang guru, jika salah seorang dari mereka sesuai riwayatnya dengan riwayat mereka maka ia dinilai hafal. Dan ia tidak dinilai hafal jika riwayatnya tidak sesuai dengan riwayat mereka."[4] 

D.    TELAAH KITAB MUSNAD AL-SYAFI’I
Kitab Musnad adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkan hadis. Biasanya dimulai dengan nama sahabat yang pertama kali masuk Islam atau disesuaikan dengan urutan abjad.[5] Namun demikian, definisi istilah tersebut tidak berlaku terhadap karya imam Syafii ini. Karya tersebut lebih kepada corak kitab fiqh sehingga penyusunannya berdasarkan bab-bab fiqh, tidak berdasarkan abjad sahabat-sahabat Nabi. Untuk memudahkan pemahaman tersebut, berikut ini daftar isi kitab Musnad al-Syafi’i.
No
Kitab/Bab
No
Kitab/Bab
1
 ما خرج من كتاب الوضوء
36
العدد إلا ما كان منه معادا
2
استقبال القبلة في الصلاة
37
القرعة والنفقة على الأقارب
3
الإمامة
38
الرضاع
4
إيجاب الجمعة
39
ذكر الله تعالى على غير وضوء والحيض
5
العيدين
40
قتال أهل البغي
6
الصوم والصلاة والعيدين والاستسقاء وغيرها
41
قتال المشركين
7
الزكاة من أوله إلا ما كان معادا
42
الأسارى والغلول وغيره
8
إباحة الطلاق
43
قسم الفيء
9
الصيام الكبير
44
صفة نهى النبي صلى الله عليه و سلم وكتاب المدبر
10
المناسك
45
التفليس
11
البيوع
46
الدعوى والبينات
12
الرهن
47
صفة أمر النبي صلى الله عليه و سلم والولاء الصغير وخطأ الطبيب وغيره
13
اليمين مع الشاهد الواحد
48
المزارعة وكراء الأرضي
14
اختلاف الحديث وترك المعاد منها
49
القطع في السرقة وأبواب كثيرة
15
الجزء الثاني من اختلاف الحديث من الأصل العتيق
50
البحيرة والسائبة
16
الطلاق
51
الصيد والذبائح
17
العتق
52
الديات والقصاص
18
جراح العمد
53
جراح الخطأ
19
المكاتب
54
السبق والقسامة والرمي والكسوف
20
المكاتب
55
الكسوف
21
اختلاف مالك والشافعي رضي الله عنهما
56
الكفارات والنذور والأيمان
22
الرسالة إلا ما كان معادا
57
السير على سير الواقدي
23
الصداق والإيلاء
58
السير على سير الواقدي
24
الصرف
59
الجنائز والحدود
25
الرهون والإجارات
60
الحج من الأمال
26
الشغار
61
مختصر الحج الكبير
27
الظهار واللعان
62
النكاح من الإملاء
28
الخلع والنشوز
63
الوصايا الذي لم يسمع منه
29
إبطال الاستحسان
64
أدب القاضي
30
أحكام القرآن
65
الطعام والشراب وعمارة الأرضين مما لم يسمع الربيع من الشافعي
31
الأشربة وفضائل قريش وغيره
66
الوصايا الذي لم يسمع من الشافعي رضي الله عنه
32
الأشربة
67
اختلاف علي وعبد الله مما لم يسمع الربيع من الشافعي
33
عشرة النساء
68

34
التعريض بالخطبة
69

35
الطلاق والرجعة
70


Sistematika penulisan diatas,[6] jika dibandingkan dengan kitab musnad lainnya berbeda sama sekali, dalam artian bahwa kitab-kitab lainnya disusun berdasarkan abjad sahabat, terutama sahabat nabi yang pertama kali masuk Islam. Untuk lebih jelasnya, perhatikan sistematika penulisan beberapa kitab musnad lainnya sebagai berikut.
Ø  Musnad Ahmad ibn Hanbal
No
Bab/Kitab
Sub Bab
1
مسند العشرة المبسرين بالجنة
-          مسند أبي بكر الصديق رضي الله عنه
-          مسند عمر بن الخطاب رضي الله عنه
-          مسند عثمان بن عفان رضي الله عنه
-          Dst
2
مسند الصحابة بعد العشرة
-          عبد الرحمن بن أبي بكر رضي الله عنه
-          زيد بن خارجة رضي الله عنه
-          الحرث بن خزمة رضي الله عنه
-          Dst
3
مسند اهل البيت
-          حديث الحسن بن علي رضي الله عنه
-          حديث الحسين بن علي رضي الله عنه
-          dst


Ø  Musnad Abi Ya’la
No
Bab/Kitab
1
مسند أبي بكر الصديق رضي الله عنه
2
مسند عمر بن الخطاب رضي الله عنه
3
مسند علي بن أبي طالب رضي الله عنه

Ø  Musnad Alhumaidy
No
Bab/Kitab
1
أحاديث أبي بكر الصديق رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه و سلم
2
أحاديث عمر بن الخطاب رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه و سلم
3
أحاديث عثمان بن عفان رضي الله عنه

Musnad Syafii adalah kumpulan hadis-hadis yang diriwayatkan dari Imam Syafii. Secara redaksi shighat tahammaul wa al-ada’, sebagian besar hadis-hadis tersebut bersifat sima’i. Yakni hadis-hadis yang tercantum di dalamnya menggunakan lafal seperti اخبرنا/اخبرني , حدثنا/حدثني, dan sedikit memakai shighat al-ijazah seperti انبأنا/انبـأني.[7] Secara kualitas hadis, sebuah penelitian yang memfokuskan pada bab jual beli berkesimpulan bahwa hadis-hadis tersebut berstatus sahih li dzati jumlahnya delapan hadis, satu hadis berstatus sahih li ghairi dan satu hadis berstatus dhaif.[8] Sehingga apa yang pernah diucapkan oleh Syafii, “hadis sahih adalah mazhabku” masih dipegang dalam penyusunan kitab tersebut.
Secara sumber refrensi, hadis-hadis yang termuat dalam kitab Musnad Syafii bersumber kepada kitab lainnya yang fenomenal, al-umm. Meski al-umm sendiri tidak hanya memuat kitab musnad saja. Ada beberapa karya Syafii yang terlahir dari kitab al-umm, antara lain:
1.      Al-Musnad
2.      Khilafu Malik
3.      Al-Radd ‘ala Muhammad bin Hasan
4.      Al-Khilafu Ali wa Ibnu Mas’ud
5.      Ikhtilaf al-hadis
6.      Jami’ al-Ilm[9]
Secara sanad, hadis-hadis dalam kitab musnad syafii mengutamakan jalur periwayatan melalui Malik bin Anas. Hal tersebut tidak lain karena sikap penghormatan Syafii terhadap guru hadis tersebut dimana karyanya juga sudah dihafalkan di usia 12 tahun dan sebelum bertemu langsung dengan Imam Malik. Hal tersebut dibuktikan oleh penulis dengan cross-reference bab wudlu, bab tersebut memuat 79 hadis dan yang bersumber dari Imam Malik sebanyak 25 hadis.
Sebagai tambahan wawasan mengenai kitab Musnad al-Syafii, berikut ini beberapa contoh redaksi hadis yang ada dalam kitab tersebut.

1 - أخبرنا الإمام أبو عبد الله محمد بن إدريس الشافعي رضي الله عنه أخبرنا مالك بن أنس عن صفوان بن سليم عن سعيد بن سلمة رجل من آل بن الأزرق أن المغيرة بن أبي بردة وهو من بني عبد الدار أخبره أنه سمع أبا هريرة رضي الله عنه يقول سأل رجل رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال : يا رسول الله انا نركب البحر ونحمل معنا القليل من الماء فإن توضأنا به عطشنا أفنتوضأ بماء البحر فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم هو الطهور ماؤه الحل ميتته

 2 - أنبأنا الثقة عن الوليد بن كثير عن محمد بن عباد بن جعفر عن عبد الله بن عبد الله بن عمر عن أبيه : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال إذا كان الماء قلتين لم يحمل نجسا أو خبثا
  
3 - أخبرنا مالك عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : إذا شرب الكلب من إناء أحدكم فليغسله سبع مرات

4 - أخبرنا سفيان بن عيينة عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : إذا ولغ الكلب في إناء أحدكم فليغسله سبع مرات

 - 5أنبأنا بن عيينة عن أيوب بن أبي تميمة عن بن سيرين عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : إذا ولغ الكلب في إناء أحدكم فليغسله سبع مرات أولاهن أو أخراهن بالتراب


E.     PENUTUP

Meski musnad syafii tidak termasuk kutub al-tis’ah, namun kehadiran kitab tersebut dapat dijadikan alternativ dalam kajian hadis, hal tersebut tidak lain karena syarat yang telah ditetapkan oleh Syafii telah menjadi inspirasi dari Imam pioneer hadis, Bukhari, yaitu dalam persambungan sanad harus disyaratkan adanya pertemuan. Untuk menjadi pengingat, bahwa kitab musnad Syafii adalah bukan karya Imam Syafii, namun kitab ini adalah kitab yang disandarkan kepada Imam Syafii.



[1] Hal tersebut dikuatkan dengan HR. Muslim dalam karyanya. لاَ تَكْتُبُوا عَنِّى وَمَنْ كَتَبَ عَنِّى غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُه (Janganlah menulis dariku dan barangsiapa menulis dariku selain al-Quran maka hapuslah). Selengkapnya lih. Imam Muslim, “Shahih Muslim, Hadis No. 7702, Juz VII”, hlm. 229 dalam Maktabah al-Syamilah al-Isdar al-Tsani.
[2] Imam Syafii, Musnad al-Imam al-Syafii (Haramain:Ttp n Th), hlm. 5
[3] Nurul Mukhlisin, Aqidah dan Manhaj Imam al-Syafi’i (Tk:Abu Salmah. 2007), hlm. 2-4
[4] Sub bab ini adalah sebuah resume dari artikel yang bersumber dari penelitian Thesis yang di lakukan oleh Umar, selengkapnya lih. Umar Muhammad Noor, Antara Al-Bukhari dan Syafii, dalam http://umarmnoor.blogspot.com/2011/03/antara-al-bukhari-dan-al-syafii.html. di akses pada 29 November 2012

[5] Dzulmani, Mengenal Kitab-kitab Hadis (Yogyakarta:Pustaka Insan Madani. 2008), hlm. XI
[6] Sistematika tersebut berbeda dengan hasil kajian yang dilakukan oleh Dzulmani dalam karyanya. Dia mencantumkan bab atau kitab dalam Musnad al-Syafii hanya berjumlah 52 bab. Selengkapnya lih. Dzulmani, Mengenal Kitab-Kitab…hlm. 155-157. Sedangkan penulis sendiri data berdasarkan versi digital  al-Maktabah al-Syamilah dan Versi cetak terbitan Kharamain,
[7] Meski shighat tersebut masih menjadi perdebatan sampai sekarang, seperti اخبرنا/اخبرني , حدثنا/حدثني, karena ada sebagian ulama yang berpendapat shighat tersebut juga digunakan untuk metode qira’ah dan ijazah. Syuhudi Isma’il, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis:Telaah Kritis dan Tinjauan Dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta:Bulan Bintang. 1995), hlm. 72

[8] Dzulmani, Mengenal Kitab-Kitab…hlm. 154

[9] Ibid