PENDAHULUAN
Oleh : Ghunniyah
Orientalisme dalam studi Al-ur’an telah
melewati sejarah panjang dan mengalami pergeseran-pergeseran epistemologis.
Qur’anic studies sejak era Johan al-Dimasqi ( 650-750) hingga abad tujuh belas
dapat dikatakan sebagai bentuk apologi-apologi missonaris.
Pada abad ke-18 M, Qur-anic studies
mengarah pada arus yang relative obyektif sejak kemunculan Islamolog, seperti
George Sale dan Andrianus Relandus. Mereka hendak menyelamatkan Islam dami
image buruk di Barat.
Dalam makalah ini yang berjudul “Tokoh
orientalisme Atrhur Jeffry” yang mana didalamnya akan membahas mengenai
biografi, pemikiran-pemikirannya terutama dalam masalah The Qur’an as scripture
dan The foreign vocabulary of the Qur’an. Semoga dapat memberikan sedikit
gambaran dan pemahaman dari seorang tokoh orientalisme Arthur Jeffry, tulisan
ini tak lupus dari kesalan penulis.
PEMBAHASAN
A.
Biografi Arthur Jeffry
Arthur Jeffery lahir di kota Melbourne pada
tanggal 18 Oktober 1892 dan
meninggal 2 Agustus 1959 di South
Milford (Nova Scotia, Canada), dalam keluarga Kristen Metodis. Ia
menyelesaikan pendidikan S1 (1918) dan S2 (1920) di kota kelahirannya, yaitu
Universitas Melbourne. Ia kemudian berangkat ke Madras untuk mengajar di
Akademi Kristen Madras (Madras Christian College). Di akademi inilah ia bertemu
Pendeta Edward Sell (1839-1932), seorang missionaries yang jauh lebih senior sekaligus
menjabat sebagai dosen. Dialah yang pada pertemuan selanjutnya menjadi pemicu
Jeffery untuk mengkaji historisitas al-Qur’an.
Setelah sekitar setahun mengajar di Madras,
Jeffery mendapat tawaran dari Dr.Charles R. Watson, Presiden pertama American
University di Kairo, untuk menjabat sebagai staf di fakultas School of Oriental
Studies (S.O.S). Pada tahun 1921, Jeffery berangkat ke Kairo dan menjadi staf junior
di Fakultas School of Oriental Studies. Staf-staf lain terdiri dari tokoh misionaris
bertaraf internasional seperti Earl E. Elder, William Henry, Temple Graidner.
dan Samuel Marinus Zwemer, pendiri Konferensi Umum Misionaris Kristen sekaligus
pendiri jurnal The Muslim World. Tidak lama setelah berada di Kairo, Zwemer
mengangkat Jeffery sebagai Editor Pembantu (Associate Editor) untuk jurnal The
Muslim World.Sekalipun pada saat itu Jeffery baru bergelar M.A.[1]
Jeffery banyak sekali menuangkan gagasannya
dalam Jurnal The Muslim World. Hampir sebagian besar artikelnya diterbitkan
dalam jurnal tersebut. dia menulis untuk pertama kalinya dalam jurnal tersebut
mengenai “Eclecticism in Islam” (1922). Pada tahun 1923, Jeffery menyelesaikan
masa bujangannya dengan mengawini Elsie Gordon Walker, sekretaris bosnya, Dr.
Charles R. Watson. Pada tahun 1929, Jeffery mendapat gelar Doktor dari
Universitas Edinburgh dengan anugerah yang sangat istimewa (with special
honors).
Arthur Jeffery menggunakan kajian filologi dan
kritik teks. Pendekatan yang digunakan merupakan salah satu bagian dari
pendekatan Historis-kritis.
B.
Pemikiran Arthur Jeffry
1.
The Qur’an as Scripture[2]
Surat
al-Fatihah menurut Jeffery bukan bagian integral dari surat-surat Alquran(it
was not originally part of the text). Menurutnya, Fatihahini hanyalah merupakan
susunan doa (prayer composed) sebagaimana buku suci lainnya dalam
agama-agama di Timur Dekat.Pendapat Jeffery tersebut selain menyandarkan pada
pendapat sesama orientalis, yaitu Noldeke, dia juga menyandarkan pemikirannya
ini pada pendapat ulama Islam, yaitu Abu Bakar al-Asham yang dikutip oleh
ar-Razi.[3]
Nama lain dari al-Fatihah sebutan al-Razi
adalah al-asas karena salah satu alasannya, dia merupakan surat pertama dari
Alqur’an.Tetapi, penulis menemukan apa yang Jeffery maksud, yaitu di dalam
kitab Ghara’ib al-Qur’an wa Ghara’ib al-Furqan. Memang, al-A'sham itu
berpendapat, bahwa :
عن
أبي بكر الأصم أنه قال كان ابن مسعود لا يكتب في
مصحفه فاتحة الكتاب
Bersumber dari Abu Bakar Ash-Sham
bahwasanya, ia berkata keberadaan Ibnu Mas’ud tidak tidak menulis Al-Fatikhah
dalam mushafnya.
Tetapi pada
kitab tersebut jelas alasannya, bahwa a-A'sham memahami QS al-Hijr [15]: 87 dan
dia menganggap bahwa huruf al-wawu (و)pada
kata Al-quran Adhim sebagai huruf athaf(sambung), maka konsekuensinya menurut
dia adalah:
“Dan huruf Athaf wajib berubah, maka
wajib pula eksistensi as-sab’u al-matsani bukanlah Al-Qur’an.
Asumsi
dasar dari metode-kritis historis ini adalah teks al-Qur’an, sebagaimana
teks-teks “kitab suci” lainnya telah mengalami perubahan-perubahan. Selain
tidak memiliki autografi dari naskah asli, wajah teks asli juga telah dirusak
(berubah), sekalipun alasan perubahan itu demi kebaikan. Manuskrip-manuskrip
awal al-Qur’an, misalnya, tidak memiliki titik dan baris, serta ditulis dengan
khat Kufi yang sangat berbeda dengan tulisan yang saat ini digunakan. Jadi,
teks yang diterima (textus receptus) saat ini, bukan Fax dari al-Qur’an
yang pertama kali. Namun, ia adalah teks yang merupakan hasil dari berbagai
proses perubahan ketika periwayatannya berlangsung dari generasi ke generasi di
dalam komunitas masyarakat.[4]
Jeffery, orientalis
Australia, juga memiliki magnum opus berjudul The Qur’an as Scripture. Studi komparatifnya
mengantarkan pada kesimpulan bahwa sejatinya tidak ada kitab suci yang sakral,
tetapi tindakan komunitas umat beragama (the action of community) yang
membuat sebuah kitab suci menjadi sakral dan terkuduskan. Al-Qur`an, Perjanjian
Lama, Perjanjian Baru, Avesta, Veda dan lain-lain, telah menjadi ecriture (al-kitab
al-muqaddas) lantaran semata-mata disakralkan oleh para pemeluk agama.
Arthur Jeffery merupakan salah seorang tokoh orientalis yang mengkaji
tentang al-Qur’an. Dimana yang kita tahu bahwa para sarjana Barat ketika
mengkaji al-Qur’an adalah mengenai sejarahnya yang menurutnya kajian al-Qur’an
merupakan kajian utama. Menurut Jeffery, tidaklah ada yang istimewa mengenai
sejarah al-Qur’an yang mana menurutnya sejarah tersebut sama dengan sejarah
kitab-kitab suci yang lainnya. Al-Qur’an dianggap suci padahal sudah banyak
mengalami beberapa tahap. Dalam pandangan Arthur Jeffery, sebuah kitab dianggap
suci karena tindakan masyarakat. Dari tindakan masing-masing agamalah yang
menjadikan sebuah kitab itu suci. Penduduk Kuffah misalnya, yang menganggap
bahwa Mushaf Abdullah Ibn Mas’ud sebagai al-Qur’an edisi mereka. Penduduk
Basrah menganggap Mushaf Abu Musa,
penduduk Damaskus menganggap Mushaf Miqdad ibn al-Aswad, dan penduduk Syiria
dengan mushaf Ubayy bin Ka’ab.[5]
Pendapat Arthur Jeffery sebenarnya merupakan suatu refleksi dari agama
Kristen yang dianutnya. Dimana dalam ajaran Kristen, Bible merupakan sebuah
persoalan yang tidak mungkin untuk diselesaikan lagi. Hal
ini disebabkan karena teks asli sudah tidak ada lagi dan terdapat beragam versi
yang tidak mungkin didamaikan. Dengan menggunakan metode kritis-historis, para
Orientalis menganalisa sejarah teks al-Qur’an dari zaman Rasulullah saw sampai
tercetaknya teks al-Qur’an.
Dalam pandangan Jeffery, ketika Muhammad hidup. Ia
menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada niatan untuk menghimpun wahyu ke dalam
sebuah mushaf. Sehingga dari sinilah muncul suatu upaya untuk menjatuhkan dan
menyamakan bacacaan al-Qur’an yang dikenal dengan model mushaf utsmani.[6]
a. Al-Qur’an pada masa Rasulullah
Menurut Jeffery, ketika Muhammad masih hidup, materi wahyu belumlah
dihimpun dan disusun. Meskipun dalam hal ini Muhammad telah merekam sejumlah
materi wahyu, namun al-Qur’an yang sudah dihimpun ini tidaklah ada bukti ketika
Muhammad wafat. Jeffery mengatakan pula bahwa pada awalnya sebenarnya para
sahabat tidak merasa perlu untuk menghimpun wahyu dan menurutnya kebutuhan itu
muncul ketika para sahabat menghadapi situasi yang baru.[7]Denganberpendapatsepertiini, Jeffery inginmenunjukkanbahwa Muhammad
tidakpunyaambisisedikitpununtukmenghimpunwahyudalamsebuahmushaf.[8]
b. Al-Qur’an pada zaman Abu Bakar
Dalam pandangan Jeffery, bahwa teks yang dihimpun pada masa ini bukanlah
teks revisi resmi. Karena menurutnya, teks tersebut merupakan koleksi pribadi
untuk khalifah Abu Bakar. Jeffery meragukan jika Abu Bakar memang menghimpun
mushaf. Jeffery menegaskan bahwa banyak mushaf lain yang beredar dan beredar di
berbagai wilayah. Diantaranya, Salim Ibn Mu’qib, Ali Ibn Talib, Anas Ibn Malik,
Abu Musa al-Ash’ari, Ubay Ibn Ka’ab dan Abdullah Ibn Mas’ud. [9]
c. Mushaf pra-Utsmani
Menurut Arthur Jeffery, ada dua kategori uatam dari mushaf-mushaf yang
diklasifikannya, yaitu mushaf primer dan sekunder. Menurutnya terdapat 15
Mushaf primer dan 13 Mushaf sekunder.[10]
Beberapa mushaf primer dan sekunder, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Mushaf-mushaf primer:
a) Mushaf Salim ibn Ma’qil
b) Mushaf Umar ibn Khaththab
c) Mushaf Ubay ibn Ka’ab
d) Mushaf ibn Mas’ud
e) Mushaf Ali ibn Abi Thalib
2. Mushaf-mushaf sekunder
a) Mushaf Alqama ibn Qais
b) Mushaf al-Rabi’ ibn Khutsaim
c) Mushaf al-Harits ibn Suwaid
d) Mushaf al-Aswad ibn Yazid
e) Mushaf Hiththan
Banyaknya Mushaf pra-Utsmani menunjukkan bahwa pilihan Utsman terhadap
tradisi teks Madinah tidaklah berarti pilihan terbaik. Dari klasifikasi mushaf
primer dan sekunder di atas, Jeffery mengomentari beberapa mushaf di dalamnya, diantaranya
adalah:
1) Mushaf Abdullah Ibn Mas’ud
Kritikan Jeffery, bahwa al-Fatihah bukanlah bagian dari al-Qur’an. Ia
adalah do’a yang diletakkan di depan dan dibaca sebelum membaca al-Qur’an.
Asumsi lain yang dikatakan oleh Jeffery adalah Abdullah Ibn Mas’ud menganggap
bahwa surat an-Nas dan al-Falaq tidaklah termasuk dalam al-Qur’an. Selain itu,
ada dua versi berbeda mengenai Mushaf Ibn Mas’ud yakni versi yang dikemukakan
ibn Nadim dalam Fihris berbeda dengan versi as-Suyuti dalam Itqan.
2) Mushaf Ubay Ibn Ka’ab
Dalam hal ini, Jeffery berpendapat bahwa mushaf tersebut memiliki persamaan
dengan Mushaf Ibn Mas’ud dan mengandung dua ekstra surat: al-Hafd dan
al-Khala’.
d. Al-Qur’an pada zaman Utsman bin Affan
Pada umumnya para orientalis menyalahkan tindakan Utsman yang menutup
perbedaan. Menurut Jeffery, sebenarnya terdapat beragam mushaf yang beredar
diberbagai wilayah kekuasaan Islam. Mushaf-mushaf tersebut berbeda dengan
Mushaf Utsmani. Jadi ketika Mushaf Utsman dijadikan satu teks standart yang
resmi dan digunakan untuk seluruh wilayah kekuasaan Islam, maka hal tersebut
menurutnya tidaklah terlepas dari alasan-alasan politis.[11]
2.
Foreign Vocabulary of the Qur’an
Dalam hal ini, jeffery ingin menganalisis
secara kritis terhadap al-Qur’an. Menurutnya hal ini belum dilakukakn oleh
mufassir Muslim dengan memuaskan. Jeffery mengklaim bahwa tafsir al-Qur’an yang
dilakukan oleh para mufassir Muslim tidak kritis dan belum memuaskan karena
menurutnya tidak memuat pengaruh bahasa asing.
Menurut Jeffery, mengetahui kosa kata al-Qur’an adalah sebuah keharusan
untuk memahami al-Qur’an itu sendiri. Disebabkan kosa kata al-Qur’an banyak
mengandung kosa kata asing, maka untuk mengetahui kosa kata asing tersebut
merupakan keharusan bagi yang ingin memahami al-Qur’an.
Arthur Jeffery, seorang orientalis Australia Amerika,dalam
tulisannya bertitel A Variant Text of the Fatihah, dia menyimpulkan hasil
analisanya bahwa, surat al-Fatihah bukanlah bukanlah integral dari surat-surat
Al-Qur’an.
Dalam
karyanya mengenai kosa kata asing dalam Al-Qur’an, Misalnya kata الرحمن yang terdapat dalam Al-Fatikah ini berasal dari bahasa Hebrew. Sedangkan
menurut Al-Mubarrad dalam Asy-Syuyuthi berasal dari Ibraniyyah asalnya dengan
al- Kha (خ) .[12]
Jeffery
mempublikasikan kosa kata asing dalam Al-quran yang berasal dari bahasa
Aramaic-Syriac group bahasa Semit ini sampai 322 kosa kata.Begitu pula dengan
Pengetahuan ilmu Qira'ah-nya, Jefferybersama Bergsträsser mendalamin ilmu
Qira'ah ini di Kairo.
a.
Kata مالك
(ayat 4)
Dalam Al-Qur’an kata مالك
menggunakan huruf min dan huruf alif yang dibaca panjang.
·
Menurut Ibn
Mas’ud ra, Umar bin Khattab r.a dan ‘Aisyah r.a مليك يوم الدين
·
Menurut Ubai
bin Ka’ab مليك يوم الدين
·
Menurut Ali nin
Abi Thalib ملك يوم الدين
b.
Ayat 5إيّاك
Menurut Jeffry dan Ubai bin Ka’ab dibaca dengan
tanpa tasydid.
·
Jumhur Sab’ah إياك نعبد وإياك
نستعين
·
Abu Fayyid اياك نعبد واياك
نستعين
c.
Kata اهد نا ayat 6
Kata ihdina dalam Al-Qur’an menurut
Jeffry, Ibn Mas’ud membacanya arsyadna , Ali r.a dan Ubai bin Ka’ab
membacanya tsabitna dan Ubai adakalanya membaca dzulna.
Beberapa ragam bacaan:
·
Jumhur Sab’ah
الصّراط المستقيم اهدنا
·
Ali dan Ubai
bin Ka’ab ثبتنا الصّراط
المستقيم
·
Ibn Mas’udأرشدنا الصّراط
المستقيم
·
Tsab al-Banani بصرنا الصّراط
المستقيم
d.
Kata صراط / الصّراط
(ayat 6/7)
·
Abi Amru,
Jumhur الصّراط
المستقيم
·
Ja’far bin
Muhammad صراط
المستقيم
·
Mujahid, Ibn
Katsir السّراط
المستقيم
·
Zaid bin Ali صراطا مستقيما
·
Umar bin
Khattab صراط من أنعمت عليهم
3. Ragam bacaan al-Qur’an
Jeffery menggunakan metodologi orientalis dan menolak cara kritis kaum
Muslimin dalam menganalisis isnad. Jeffery berpendapat bahwa tidak adanya tanda
titik dalam Mushaf Utsmani berarti merupakan peluang bebas bagi pembaca untuk
memberikan tanda sendiri sesuai dengan konteks makna ayat yang dipahami..
4. Al-Qur’an Edisi Kritis
Menurut Jeffery, al-Qur’an memiliki banyak kelemahan dimana ia berkeinginan
untuk menyususn sebuah al-Qur’an dengan bentuk yang baru yang kemudian disebut
dengan al-Qur’an edisi kritis. Pandangan Jeffery format al-Qur’an edisi kritis
tersebut memiliki empat jilid. Jilid pertama, mencetak teks Hafs yang diklaim
sebagai textus receptus. Teks tersebut akan direkontruksi menurut sumber-sumber
terlama, yang berkaitan dengan tradisi Hafs. Teks tersebut akan dicetak menurut
nomor ayat Flugel. Jilid kedua, berisi pengenalan (introduction). Jilid
ketiga, dilengkapi dengan anotasi-anotasi, yang pada dasarnya merupakan
komentar terhadap apparatus criticus. Adapun jilid keempat, berisi kamus
al-Qur’an.[14]
KESIMPULAN
Pemikiran-pemikiran Arhur Jeffry dalam bukunya yang berjudul The Qur’an as
scripture yang didalamnya berisi
mengenai Al-Qur’an, bahwa sejatinya tidak ada kitab suci yang sakral, tetapi tindakan komunitas
umat beragama (the action of community) yang membuat sebuah kitab suci menjadi
sakral dan terkuduskan. Al-Qur`an,
Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, Avesta, Veda dan lain-lain, telah menjadi ecriture
(al-kitab al-muqaddas) lantaran semata-mata disakralkan oleh para pemeluk
agama.
Kemudian
dalam buku yang berjudul The foreign vocabulary of the Qur’an, membahas
mengenai kosa kata-kosa kata asing didalam Al-Qur’an menurut Atrhur Jeffry di dalam Surah Al-Fatikhah pada Kata مالك
(ayat 4), Ayat 5إيّاك ,
Kata اهد نا ayat 6, Kata صراط / الصّراط
(ayat 6/7), Kata غير (ayat 7) terdapat banyak perbedaan pendapat dikalangan Jumhur
dan Shahabat dalam membacanya.
DAFTAR PUSTAKA
Arthur Jeffry.
2007. Arhur Jeffry Papers 1920-1959 .Columbia University Library.
Muslih.
Membedah Pemikiran Atrhur Jeffry seputar variasi teks Al-Fatikha.
Bandung:UIN Sunan Gunung Jati.
Jurnal
Al-Bayyan, Studi Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni, 2016)
M.Syarifuddin, Anwar. 2011. Kajian Orientalis terhadap Al-Qur’an
dan Hadits .UIN Syarif Hidayatullah.
Syamsudin Arif.2014. Orientalis dan Diabolisme Pemikiran. Jakarta:
Gema Insani.
PDF,Sejarah Kodifikasi al-Qur’an: Telaah Atas
Pemikiran Arthur Jeffery
Abdul Karim, Pemikiran Orientalis Terhadap Kajian
Tafsir Hadis, STAIN Kudus, Jurnal Addin, Vol. 7, No. 2, Agustus 2013.
Arthur Jeffery. 1937. Materials for the History of the Text of
the Qur’an. Leiden: E.J. Birll.
[1] M.Syarifuddin, Anwar, Kajian
Orientalis terhadap Al-Qur’an dan Hadits ,(UIN Syarif Hidayatullah).2011,hlm.12
[2] Syamsudin Arif, Orientalis
dan Diabolisme Pemikiran, (Jakarta: Gema Insani,2008),hlm.36
[3] Ibid,hlm.37
[4] Siti Zubaidah,”Pemikiran
Arthur Jeffry” Hermeneutik, Vol.7 No.2. Desember 2013,hlm.8
[6]Abdul Karim, Pemikiran Orientalis Terhadap Kajian Tafsir Hadis,
STAIN Kudus, Jurnal Addin, Vol. 7, No. 2, Agustus 2013.hlm.317.
[7]PDF,Sejarah Kodifikasi al-Qur’an: Telaah Atas Pemikiran Arthur Jeffery,hlm.4.
[8]
Arthur Jeffery, Materials for the History of the Text of the Qur’an, (Leiden:
E.J. Birll, 1937), hlm. 5-6
[10]Abdul Karim,Op.Cit.hlm.319.
[11]PDF,Sejarah Kodifikasi al-Qur’an: Telaah Atas Pemikiran Arthur Jeffery,hlm.4-7.
[12] Jurnal Al-Bayyan, Studi
Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni, 2016)
[13] Muslih, Membedah Pemikiran
Atrhur Jeffry seputar variasi teks Al-Fatikha (Bandung:UIN Sunan Gunung Jati)