Minggu, 15 Maret 2015

Kurikulum Ilmu Hadis Institut Agama Islam Bani Fattah Tambakberas Jombang

KURIKULUM PRODI ILMU HADIS FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM BANI FATTAH (IAI-BAFA)
TAMBAKBERAS-JOMBANG

Semester 1                                                                      
                                                                                            

Akhlak Tasawwuf
Bahasa Indonesia/TPKI
Bhs Arab *
Bhs Inggris *
Studi al-Quran *
Pengantar Filsafat
Sejarah Peradaban Islam 1
Studi Hadith 1*
Tahfidzul Hadith I
Pengantar Studi Islam *
Civic Education*


Semester 2


Hadith 1*
Aswaja
Filsafat Ilmu
Ilmu Kalam
Ushul Fiqh
Fiqh
Ilmu Balaghah 1*
Kaidah Fiqh 1
Sirah Nabawiyyah
Studi Hadis 2
Tahfidzul Hadis 2
PMDI
Sosiologi Agama



Semester 3


Kaidah Fiqh 2
Hadis 2
Asbab al-Wurud
Studi Hadis 3
Psikologi Agama
Masa'il Fiqh
Ilmu Mantiq*
Filsafat Bahasa
Tafsir 1*
Ilmu Balaghah 2*


Semester 4

Tafsir 2*
Hadis 3
Fiqh Perbandingan
Takhrij al-Hadis
Studi Kitab Hadis 1
Ilmu Gharib al-Hadis
Metodologi Penelitian
Ilmu Rijal al-Hadis 1
Ilmu Mukhtalif al-Hadis
Metodologi Syarh al-Hadis
Antropologi Agama
Filsafat Islam



Semester 5


Studi Kitab Hadis 2
Hadis 4
Metodologi Penelitian Hadis
Ilmu I'lal al-Hadis
Manajemen
Ekonomi Syariah
Hukum Peribadatan Haji
Hukum Peribadatan Zakat
Ma'anil Hadis
Tadrib Kitab Hadis*
Tadrib Rawi
Ilmu Nasih wa Mansuh
Manahij al-Muhaddisin
Pemikiran Hadis Kontemporer
Jarh wa Ta'dil
Ilmu Rijal al-Hadis 2


Semester 6


Studi Kitab Hadis 3
Hermeneutika
Orientalisme dan Oksidentalisme
Praktikum Penelitian Hadis*
Ilmu Dakwah dan Komunikasi
Lembaga Keuangan Syariah
Pengelolaan Pemasaran KBIH-Travel
Pengorganisasian Lembaga Zakat
Hadis 5
Living Hadis
Pemikiran Hadis di Indonesia
Studi Teks Hadis


Semester 7

Kritik Pemikiran Orientalisme
Kewirausahaan
Perencanaan Pembelajaran
KKN


Semester 8


Skripsi




Jumlah SKS tersedia : 165
Jumlah SKS yang harus di ambil untuk kelulusan (gelar s1) : 148
















































Selasa, 20 Januari 2015

Prinsip Enterpreneur Bob Sadino



11 Prinsip Enterpreneur Bob Sadino, dari bawah sampai sukses. 

"Saya sudah menggoblokkan diri sendiri terlebih dahulu sebelum menggoblokkan orang lain"

"Banyak orang bilang saya gila, hingga akhirnya mereka dapat melihat kesuksesan saya karena hasil kegilaan saya"

"Orang pintar kebanyakan ide dan akhirnnya tidak ada satu pun yang jadi kenyataan. Orang goblok cuma punya satu ide dan itu jadi kenyataan"

"Saya bisnis cari rugi, sehingga jika rugi saya tetap semangat dan jika untung maka bertambahlah syukur saya"

"Sekolah terbaik adalah sekolah jalanan, yaitu sekolah yang memberikan kebebasan kepada muridnya supaya kreatif"

"Orang goblok sulit dapat kerja akhirnya buka usaha sendiri. Saat bisnisnya berkembang, orang goblok mempekerjakan orang pintar"

"Setiap bertemu dengan orang baru, saya selalu mengosongkan gelas saya terlebih dahulu"

"Orang pintar mikir ribuan mil, jadi terasa berat. Saya nggak pernah mikir karena cuma melangkah saja. Ngapain mikir, kan cuma selangkah"

"Orang goblok itu nggak banyak mikir, yang penting terus melangkah. Orang pintar kebanyakan mikir, akibatnya tidak pernah melangkah"

"Orang pintar maunya cepat berhasil, padahal semua orang tahu itu impossible! Orang goblok cuma punya satu harapan, yaitu hari ini bisa makan"

"Orang pintar belajar keras untuk melamar pekerjaan. Orang goblok itu berjuang keras untuk sukses bisa bisa bayar pelamar kerja".

Senin, 27 Januari 2014

Studi Kitab " Tahdzibul kamal fi asma’I Rijal" Karya al-Mizzi


A.       Pendahuluan
Ilmu Rijal adalah satu disiplin ilmu yang penting untuk dikaji dalam rangka mendalami hadis-hadis nabi, hal ini bias dilihat dari perkembangan ilmu rijal itu sendiri dan banyak ulama hadis yang menaruh perhatiannya pada disiplin ilmu rijal.
Salah satu ulama yang menaruh perhatiannya adalah al Mizzi dengan karyanya yang diberi nama Tahdzibul kamal fi asma’I Rijal. Sebuah kitab monumental yang disusun sekitar pada tahun 705 H sampai sekarang digunakan oleh pemerhati hadis-hadis nabi jika mereka melakukan penelitian.
Dari sedikit pengetahuan dasar tersebut, kami mencoba untuk mengulas kitab tahdzibul kamal karya al mizzi tersebut dengan tujuan civitas hadis pada jaman sekarang dapat bertambah wawasannya akan halnya ilmu rija al hadis dan semoga bermanfaat.
B.        Biografi al Mizzi
Nama lengkap al Mizzi adalah al Hafidz Jamaluddin Abu al Hajjaj Yusuf ibn al Zaki Abd Rahman bin Yusuf bin Ali Abd al Mulk bin Ali bin Abi al Zuhr al Kalbi al Kudha’I al Mizzi. Ia dilahirkan pada 10 Rabiul Akhir 654 H di Syam. Ia wafat pada 12 Shafar 742 H dan di makamkan disamping isterinya, Aisyah bin Ibrahim bin Shadiq, disebelah barat makam Ibn Taymiyyah.
Al Mizzi pertama kali belajar pada tahun 675 H, ia belajar hadis pertama kali pada Zainudin Abi al Abbas Ahmad bin Abi al Khair  Salamah bin Ibrahim al Dimasyqi al Haddad al Hambali(589-678H). Dari sinilah, muncul keinginan yang tinggi terhadap Hadis sehingga ia mengarahkan cita-citanya untuk belajar dan mendalami Hadis, hal ini dibuktikan dengan didalaminya kitab-kitab hadis, seperti kutubbut tis’ah, musnad al imam ahmad, al mu’jam al kabir karya al Thabarani serta banyak kitab yang lainnya.
Kemudian al Mizzi mengembara ke kota-kota Palestina, Himsha, Himah dan Ba’albak. Ia kemudian melanjutkan perjalanannya dengan menunaikan ibadah haji dan belajar di Makkah dan Madinah. Setelah itu, ia pergi ke Mesir dan di Alexandria ia belajar kepada Shadr al Din Sahnun sampai pada tahun 684 H. Pada tanggal 23 Dzulhijjah 718 H, ia menjadi pemimpim lembaga Hadis terbesar di Damasku, Dar al Hadis al Asyrafiyyah. Al Mizzi juga mengajar di lembaga pendidikan Darul Hadis al Himshiyah  dan pad tahun 739 H di angkat menjadi pimpinan lembaga hadis termaju di Damaskus, Darul Hadis al Nuriyah, sampai wafat.
C.       Latar Belakang Penulisan Tahdzibul Kamal
Sebuah inspirasi yang memacu al Mizzi untuk membuat karya tulis dalam Rijalul Hadis adalah kitab al kamal fi asma’I Rijal karya al Hafidz Abu Muhammad Abd al Ghani, kitab ini memuat semua para perawi kutubbut tis’ah, baik dari kalangan sahabat, tabiin, atba’ tabiin sampai semua guru-gurunya. Namun bagi al Mizzi, kitab tersebut mempunyai kekurangan-kekurangan yang harus di carikan solusinya, di antara kekurangan-kekurangan tersebut adalah kebanyakan nama-nama hingga mencapai ratusan jumlahnya dari perawi kutubuttis’ah kurangnya penjesalan dan informasi. Hal inilah yang mendorong al Mizzi pada keputusan untuk menyusun kitab baru yang berdasarkan perawi-perawi dalam kitab al kamal dan kitab itu dinamakan dengan Tahdzibul kamal fi asma’I rijal. Ia memulai menulisnya pada tanggal 9 Muharram 705 H dan selesai pada Hari Raya Idul Adha 712 H, kitab tersebut terdiri dari 14 jilid yang oleh al Mizzi mulai dipresentasikan pada 706 H..  
D.       Sistematika Penulisan
a.      Al Mizzi memulainya perawi dengan berdasarkan urutan mu’jam, bapak-bapak mereka dan memulainya dengan nama ahmad.
b.      Hal ini ia juga lakukan dalam tentang kunyah, nasab, laqab dan perawi wanita,
c.       Al Mizzi menyebutkan sejumlah biografi untuk membedakan dalam nama dan tingkatannya para perawi kutubuttis’ah.
d.      Al Mizzi membedakan nama-nama yang ia tambahkan dari biografi kitab al kamal dengan tanda yang berbeda. Ia menulis nama perawi dan nama ayah dari perawi tersebut.
e.       Jika ada sebuah periwayatan dari jalur sahabat, ia mencatumkan periwayatan tersebut atau orang yang meriwayatkan darinya.
f.       Apabila ada periwayatan langsung dari imam enam maka al Mizzi mencatumkan periwayatannya atau periwayatan dari orang yang meriwayatkan darinya atau orang lain yang meriwayatkan dari orang yang meriwayatkan darinya.
g.      Jika ada sebuah periwayatan secara langsung dan tidak maka ia cantumkan terlebih dahulu.
h.      Jika ada periwayatan tidak langsung kemudian ada periwayatan secara langsung maka ia cntumkan yang yang tidak langsung sedangkan periwayatan yang secara langsung di beri sebuah kode tersendiri,

E.        Keunggulan Kitab Tahdzibul Kamal dengan Al Kamal
1.      Memulai penyusunan perawi berdasarkan urutan mu’jam
2.      Al Mizzi mengulangi susunan biografi dari guru dan perawi setelah membari banyak tambahan.
3.      Al Mizzi memberikan masing-masing pengarang kode sebanyak 27 kode. 6 kode untuk yang disepakati dalam kitab kutubuttis’ah, 2 kode untuk yang disepakati pengarang kitab sunan dan 19 kode untuk kitab lainnya. Kode ditulis di setiap nama pemilik biografi dengan warna hitam karena penulisan nama-nama dengan warna merah.
4.       Al Mizzi juga menambahkan empat pasal penting di akhir kitabnya yang tidak ada dalam kitab al kamal:
1.      Fasl fi man isytaha bi al nisbati ila abihi aw jaddihi aw ummihi aw ‘ammihi aw nahwi dzalik.
2.      Fasl fi man isytahara bi nisbati ila qabilah aw shina’ah aw nahwi dzalik.
3.      Fasl fi man iasytahara bi laqabihi aw nahwi dzalik
4.      Fasl fi mubhamat
Tambahan-tambahan yang mendasar diatas menjadikan kitab ini tiga kali lipat besarnya dari pada kitab al kamal. Al Tahdzib memiliki 250 bagian hadis yang tertulis dalam 40 halaman. Al Mizzi menyusun kitabnya dengan susunan yang baru baik bentuknya secara umum maupaun pokok-pokok dari setiap biografi, ia membuat susunan dalam sebagian kitabnya dengan susunan yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

F.        Kutipan Kitab Tahdzibul Kamal

Ø Rawi berdasarkan huruf mu’jam

(1)   ـ أَحْمَدُ بنُ إِبْرَاهِيـمَ بنِ خَالِد الْمَوْصِلِي، أَبُو عَلِي، نَزِيْـلُ بَغْدَاْد.
روى عن: إبراهيـم بن سَعْد بن إبراهيـم بن عبد الرحمن بن عَوْف الزّهرِيّ الـمدنـيّ، وإبراهيـم بن سُلَـيْـمان أبـي إسماعيـل الـمؤدب، وإسماعيـل بَن إبراهيـم بن مِقْسَم الأسَدي الـمعروف بـابن عُلَـيّة، وجعفر ابن سلـيـمان الضّبَعِيّ، وحُبَـيّب بن حَبِـيْب الكوفـيّ أخي حَمْزة بن حَبـيْب الزيّات القارىء، والـحكم بن سِنان البَـاهلـي القِرَبِـيّ، والـحكم بن ظُهَيْر الفَزاريّ، وحَمّاد بن زَيْد، وخَـلَف
بنِ خـلـيفة، وسعيد بن عبد الرحمن الـجُمَـحِيّ، وأبـي الأحْوَص سَلاّم بنَ سُلَـيْـم الـحَنَفِـيّ، وأبـي الـمنذر سَلاّم ابن سلـيـمان القارىء، وسيف بن هارون البُرْجُمِيّ، وشريك بن عبدِ الله النّـخَعِيّ القاضي، وصالـح بن عُمر الواسطيّ، والصّبَـيِ بن الأشعَث ابن سالـم السّلُولِـيّ، وأبـي زُبَـيْد عَبْثَر بن القاسم الزّبَـيْديّ الكوفـيّ، وعبد الله بن جعفر بن نُـجَيْح الـمَدِينـيّ والد علـي ابن الـمَدِيْنـيّ، وعبدِ الله بن الـمبـارك، وعمر بن عُبَـيْد الطّنَافِسيّ، وفرج بن فَضالة الشاميّ (فق)، ومـحمد بن ثابت العَبْدِيّ (د)، ومعاوية بن عبد الكريـم الثّقَـفـيّ الـمعروف بـالضّالَ، وأبـي العلا ناصح بن العلاَء، ونوح بن قـيس الـحُدّانـيّ، وأبـي عَوانة الوَضّاح بن عبد الله الـيَشْكُريّ الواسطيّ، ويزيد بن زُرَيْع، ويوسف بن عَطية الصفّـار البَصْري.
روى عنه : أبو داود حديثاً واحداً، و إبراهيـم بن عبد الله بن الجُنَيْد الخُتّليّ، وأحمد بن الـحسن بن عبد الـجبـار الصّوفـي الكبـير، وأبو يَعْلَـى أحمد بن علـي بن الـمُثنى الـمَوْصِلِـيّ، وأبو العبـاس أحمد بن مـحمد بن خالد البَرَاثِـيّ، وأحمد بن مـحمد بن عبد العزيز بنالـجعد الوَشّاء، وأحمد بن مـحمد بن الـمُسْتلـم، وجعفر بن مـحمد بن قْتـيبة الأنصاريّ الكوفـيّ، والـحسن بن علـي بن شبـيب الـمَعْمريّ، وحَمّاد بن الـمُؤمّل الضريرُ، وعبدُ الله بنُ أحمد بن مـحمد بن حَنْبل، وأبو القاسم عبدُ الله بن مـحمد ابن عبد العزيز البغوي، وأبو بكر عبدُ الله بن مـحمد بن عُبَـيد بن سفـيان القُرَشيّ الـمعروف بـابن أبـي الدنـيا،
Ø  Berdasarkan kunyah

(8779) ـ س: أبو إبْرَاهيـم التَّرْجمَانِي، اسمه: إسْمَاعِيـل بن إبراهيـم بن بَسَّام.
روىٰ عن: شُعيب بن صَفْوان (س)، وغيرِه.
روىٰ عنه: زكريا بن يحيـى السِّجْزِيُّ (س)، وغيرُه.
روى له النَّسائي. وقد تَقَدَّم فـي الأسماء. (ر: 407).


Ø  Beradasarkan man isytahara ila abihi, jaddihi, ummihi, ‘ammihi aw ghairu dzalik.
(10052) ـ [شه ابنُ أَبْجِر]، هو: عبد الـملِك بن سعيد بن حَيّان بن أَبْجَر. (ر: 4111).
Ø  Berdasarkan laqab

(11111) ـ أبو الأَحْوص: محمد بن الهيثم بن حَمّاد قاضي عُكْبَرا كُنيته أبو عبد الله، و أبو الأحوص لقبٌ غلب علـيه (ر: 6258).
Ø  Berdasarkan Mubhamat
(11176) ـ بخ د: إبْراهِيـمُ بنُ أبـي أَسِيد البَرّاد.
عن: جده، عن أبـي هريرة «إياكم والبغضة وإياكم والـحَسَد».
إن لـم يكن جده سالـم بن عبد الله البَرّاد مولـى القرشيـين، فلا أدري من هو (ر: 149).

Ø  Berdasarkan bab perawi wanita

(11414) ـ ع: أَسْمَاءُ بنتُ أبـي بَكْرٍ الصّدّيق زَوْجَة الزّبَـير بن العَوّام، وهي شَقِـيقَةُ عَبْد الله بن أبـي بَكْر. أُمّهُما أمّ العَزّىٰ قَـيْـلة، ويقال: قُتَـيْـلَةُ بنتُ عَبْدِ العُزّىٰ بنِ عَبْدِ أسعد بن جَابِر، وقـيـل: نَصْرُ بنُ مَالِكِ بنِ حِسْلِ بنِ عَامِرِ بنِ لُؤيّ.
كان إسلامها قديـماً بـمكة وهاجرت إلـىٰ الـمدينة وهي حامل بعبد الله بن الزبـير.
روت عن: النّبِـيّ (ع).
روىٰ عنها: تَدْرُس جَدّ أبـي الزّبـير مـحمد بن مُسلـم بن تَدْرُس الـمكيّ مولـىٰ حَكيـم بن حِزام، وطَلـحة بن عبد الله بن عبد الرّحمٰن بن أبـي بكر الصّديق، وعَبّـاد بن حَمْزة بن عبد الله بن الزّبـير (م س)، وعبـاد بن عبد الله بن الزّبـير (ع)، وابنها عبد الله بن الزّبـير، وعبد الله بن عبـاس (م)، وعبد الله بن عُبَـيْد الله بن أبـي مُلَـيْكة (ع)، وعبد الله بن عُروة بن الزّبـير، ومولاها عبد الله بن كَيْسان (خ م د س ق)، وابنها عُروة بن الزّبـير (خ م د س)، والقاسم بن مـحمد الثّقـفـيّ، ومرزوق الثّقـفـيّ (بخ) (خادم عبد الله بن الزّبـير)، ومُسلـم الـمُقرىء (م)، وأبو نوفل بن أبـي عَقْرب (م)، وأبو واقد اللّـيثـي، وصَفـيّة بنت شيبة (خ م س ق)، وفـاطمة بنت الـمُنْذر بن الزّبـير (ع).
وكانت تسمىٰ ذات النّطاقـين، وإنـما قـيـلَ لها ذلك لأنّها صَنَعت للنّبِـيّ سُفْرة حينَ أراد الهِجْرة إلـىٰ الـمدينة فَعَسُرَ علـيها ما تَشدّها به، فَشَقّت خِمارها، فَشدّت السّفْرة بِنِصفه، وانَتَطَقت بـالنّصف الثّانـي، فسمّاها رسول الله : ذات النّطاقـين. هكذا ذكر مـحمد بن إسحاق وغيرُه.
وقال الزّبـير بن بَكّار فـي هذا الـخَبَر: إن رسول الله قال لها: أبْدَلك الله بنطاقِك هذا نطاقـين فـي الـجَنّة، فقـيـل لها: ذات النطاقـين.
وقال الأَسو


Ø  Berdasarkan Kunyah perawi wanita
(11605) ـ د ت س: أُمّ بُجَيْد الأَنْصَارِيّة يقال: اسمُهَا حَوّاء، لها صُحبة، وكانت من الـمُبـايعات.
روىٰ حديثَها عبد الرّحمٰن بن بُجَيْد الأَنْصاريّ (د ت س)، عن جَدّته أُمّ بُجَيْد الأنصاريّة، عن النّبِـيّ «رُدّوا السائلَ ولو بظلفٍ مُـحْرَق».
روى لها أبو داود، والتّرمذيّ، والنّسائي.
G.       Penutup
Meski kitab tahdzibul kamal fi asma’I Rijal karya al Mizzi ini menimbulkan pro kontra yang antara lain apakah kitab tersebut sebagi ringkasan, penyempurna atau hal baru dari kitab al kamal fi asma’I rijal karya al Ghani namun kitab tersebut telah memberikan warna tersendiri pada ilmu rija al hadis, terutama dari ketegori penyusunan dan sistematika kitab rijal yang ada.
Demikianlah yang bias kami ulas dan kami sadar tiada gading tak retak maka kami sebagai pemkalah membuka seluas-luasnya saran, kritik maupun yang lain untuk menjadikan pengetahuan tentang kitab ini lebih bertambah dan semoga bermanfaat.

H.       Daftar Pustaka

Softwere maktabah Syamilah
Softwere al I’lam Wa Tarajim al Rijal



Jumat, 24 Januari 2014

Qua Status Shadaqah era kontemporer

Agama tidak hanya mengajarkan keseimbangan hidup di akherat belaka, tetapi mengajarkan keseimbangan hidup di dunia. Terdapat beberapa teks-teks keagamaan menganjurkan kehidupan yang berimbang; meski hal itu tidak secara langsung terucapkan. Salah satu nilai fundamental agama yang berdasarkan atas keseimbangan hidup adalah adanya perintah shadaqah atau infaq.
Tidak henti-hentinya para cendekiawan, mubaligh, dai dan sebagainya menganjurkan kepada orang yang berlebihan hartanya untuk mengeluarkan sedikit hartanya untuk kaum yang kekurangan harta melalui jalan shadaqah atau infak. Secara aplikatif, penerapan ajaran ini mulai bergeser sehingga ketika ditemui seorang pengemis, pengamen , anjal dan sebagainya, mereka (orang berlebih harta) memberikan sedikit hartanya untuknya. Tetapi fenomena yang bertolak belakang adalah mereka semua (pengemis dkk) tidak hanya orang yang benar-benar kekurangan harta, melainkan orang yang menjadikannya sebagai profesi untuk mencari harta tidak memenuhi kebutuhan hidup semata, bahkan terdapat beberapa oknum yang digunakan untuk “menumpuk harta’’.
Sehingga, perlu diketahui pada dewasa ini, pengamen, pengemis, anjal dan sebagainya bukanlah satu-satunya yang mewakili seseorang yang berhak atas harta shadaqah itu. Meski begitu, pelarangan untuk memberikan sedikit harta kepada mereka, tentunya, bersifat mengeneralisir “mata” atas pandangan mengenainya. Hal itu dikarenakan berdampak negatif; meyakiti hati, bagi para pengemis dkk yang benar-benar membutuhkan uluran tangan.
Beberapa waktu lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumenep, Madura, Jawa Timur, mengeluarkan fatwa haram, bagi para pengemis, karena tindakan yang dilakukan adalah menghinakan diri sendiri. Fatwa haram tersebut juga didukung oleh MUI Pusat. Hal ini tidak lepas dari pandangan mereka terhadap pengemis adalah penyakit sosial, pengemis merupakan bukan pilihan hidup, hal ini di perparah adanya pengemis  yang teroganisir dan pengemis musiman seperti yang biasa dilihat pada bulan Ramadhan. Dari asumsi-asumsi inilah fatwa pengharaman pemberian terhadap pengemis dan kegiatan pengemis yang dipelopori MUI Sumenep yang kemudian disetujui oleh MUI pusat diketuk, namun apresiasi terhadap fatwa tersebut beragam. Ada yang pro dan ada kontra.
MUI Sukabumi menganggap hal itu salah karena megeneralisir masalah dan takutnya menyakiti orang yang benar-benar miskin, yang membutuhkan uluran bantuan. Sedangkan menurut Said Agil Siraj, fatwa pengharaman itu lebih tepat kepada kegiatan pengemis karena banyaknya orang yang memobilisasinya saat ini namun tidak sepakat jika menegmis itu dilarang karena hal itu adalah permasalahn yang berdomain dengan pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Melihat fenomena diatas yang disertai pro kontra, mungkin yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana sikap kita saat ini dan bagaimana pula kita bias menerapkan konsap al yad al ulya khair min yad al suflah?. Pengemis, diakui tidak untuk saat ini telah menjadi penyakit sosial masyarkat yang memnutuhkan sebuah solusi, tidak cukup hanya fatwa pengharaman.
Banyak solusi yang bermunculan, semisal MUI Padang SumBar menawarkan untuk mendata para pengemis dan melkukan cek langsung ketempat tinggalnya, meski sulit hal ini sudah berjalan. Di Jawa Timur, pemprov menawarkan diskusi terbuka dengan para pengemis, memberikan keterampilan serta modal usaha di antara 500rb-1juta, hal ini sesuai yang dikatakan oleh Agil Siraj bahwa pengemis adalah malasah domain pemeintah, dari teratas sampai kebawah.
Pengamen, permasalahan juga tidak berbeda dengan pengemis, keberadaan mereka diakui tidak telah menjadi penyakit social serta menambahkan setumpuk permasalahn kepada semua yang terkait, baik pemerintah maupun lembaga-lembaga social.
Menurut Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin, tidak hanya sebatas pemberdayaan yang demikian atau pemberdayaan lembaga-lembaga social lainnya yang terkait, namun dari diri kita sendiri harus pandai melihat dan memilah pengamen itu sendiri.
Telah diketahui, bahwa banyak di antara para pengamen itu yang sebenarnya bukan orang-orang yang membutuhkan bantuan, bahkan mereka itu orang-orang kaya yang banyak harta, tapi mereka menjadikan hal ini sebagai profesi (mata pencaharian) dan tidak bisa meninggalkannya. Jika anda melihat pengamen itu laki-laki yang tampak masih kuat dan segar, jangan anda beri, karena ia mampu bekerja seperti para pekerja lainnya. Sedangkan anak-anak, yang bukan pengamen sebenarnya dapat diketahui dari kerapian dan kemantapan penampilan, hal ini menunjukkan bahwa ia menjadikan “meminta-minta” sebagai kebiasaan sehingga terbiasa, bahkan dengan ucapan yang lancar serta hafal doa-doa lengkap dengan mimiknya. Adapun wanita, dapat diketahui dari seringnya muncul dan banyaknya bolak-balik. Yang jelas, jika diketahui bahwa orang yang melakukan itu memang sengaja berprofesi demikian tanpa kebutuhan, maka tangkap dan bawa lalu serahkan ke lembaga yang menangani masalah pengamen”.
Apa yang dikatakan ada benarnya, jika kita melihat realita pengamen di jalan-jalan trotoar atau dalam kendaraan umum, hampir semua pakaian yang dipakai oleh pengamen dalam bahasa penulis, sudah keren dan gaul. Solusi yang ditawarkan Syaikh Abdullah bias kita lakukan untuk memilah pengemis.
Oleh karena itu, kajian mendalam mengenai hal ini; mungkin kajian teks keagamaan mengenai ajaran-ajaran shadaqah, member harta kepada orang lain, dapat dilakukan dengan pendekatan literalur, tetapi kajian mengenai pengamen, pengemis dan sebagainya; harus dilakukan dengan pendekatan fenomenologis, sosiologis dan antropologis. Dengan begitu, kajian teks-teks agama, tentunya semakin kuat tidak berdiri sendiri, perlu melakukan intgrasi-interkoneksi dengan pendekatan lainnya sehingga persoalan itu tidak dilihat dari satu sudut pandang belaka. Selain itu, dengan menggunakan berbagai pendekatan, solusi persoalan akan lebih, harapannya, humanis.