Kunjungan ke tana toraja begitu spesial ketika rombongan bisa ikut menyaksikan acara adat rambu solo.
Rambu Solo' adalah sebuah upacara Pemakaman dalam agama Aluk To Dolo yang mewajibkan keluarga almarhum membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi.
Upacara Rambu Solo yang kami lihat ada di wilayah Rante Tayo. Kec. Madandan. Semua peziarah, atau istilah di jawa pelayat orang yang baru saja meninggal, tidak hanya umat seagama, umat berbagai agama yang ada ikut melayat.
Yang menarik, upacara tersebut baru bisa dilaksanakan pasca wafatnya sang kakek 3 minggu yang lalu. Ini waktu relatif singkat bagi mereka, karena ada beberapa kasus baru bisa menyelenggarakan upacara adat berpuluh tahun. Bahkan, tetangga supir yang mengantarkan kami keliling, meninggal dari tahun 2001 sampai sekarang belum bisa melaksanakan upacara ini dikarenakan berbagai persoalan.
Bagaimana dengan jenazahnya? Semua jenazah akan dikasih “pengawet” supaya tidak berbau. Karena mayat akan disimpan di peti dan ditaruh d dalam kamar. Tidak mengheran dan bahkan sering terjadi, upacara ini diselenggarakan ketika jenazah tinggal tulang saja.
Upacara ini termasuk mahal karena apa yang dihidangkan dan bentuknya dihitung sesuai dengan kasta keluarga. Upacara yang kami hadiri, keluarga telah memotong 1 kerbau dan akan memotong 6 kerbau lagi pada puncak perayaan yang jatuh pada esok hari. 1 kerbau harga disekitar 40jt, kalau 7 ya mereka mengeluarkan dana minimal 280jt.
Tradisi memang mahal, tapi lebih mahal lagi tradisi itu bisa bertahan, terjaga dan lestari. Di sini, apa yang dilakukan acara tahlil kematian bagi umat Islam begitu murah. Masih banyak yang memprotes serta enggan untuk menyelenggarakannya, belum lagi dengan tuduhan bid’ah.
Apakah umat islam disini juga mengenal hal ini? Iya, untuk sebagian umat islam yang masih memegang teguh adat istiadat. Menurut warga, beberapa minggu yang lalu, salah satu umat Islam disini dan mereka termasuk kasta bangsawan, telah melakukan upacara adat rambu solo dengan sesembelihan kerbau hingga 20 ekor lebih. Itulah, masyarakat toraja memiliki semboyan: bekerjalah untuk kematian.
Meskipun umat islam, semua warga sekitar lintas agama juga menghadiri upacaranya dan semua mendapatkan bagian daging kerbau. Tentunya, kerbau yang disembelih sesuai dengan syariat Islam.
Bagaimana kalau yang mengadakan umat non islam? Maka salah satu kerbau yang akan disembelih ditandai, disembelih secara islami dan dibagikan kepada umat islam.
Kembali ke acara adat rambu solo. Pemandangan yang menarik bahwa acara ini bisa diselenggarakan jika seluruh keluarga (anak, cucu, mantu, dll) bisa berkumpul. Ini juga termasuk salah satu faktor, selain biaya, upacara rambu solo bisa lama penyelenggaraannya.
Semua keluarga akan disebar untuk temu tamu semua warga yang datang, ngajak ngobrol, menyajikan hidangan, meski dibatasi waktu. Ini tentu pemandangan berbeda bukan?
Begitulah masyarakat adat menjaga dan melestarikan adatnya. Mereka puas dan bangga ketika bisa menyelenggarakan upacara adat rambu solo, bentuk terakhir untuk menghormati jenazah.
Tana Toraja, 10 Agustus 2023
Tidak ada komentar:
Posting Komentar