Setiap berbicara Rizqi, mahzab teologi qt selalu ikut berperan mempengaruhinya. Simak pemaparan pemakalah berikut ini:
Secara umum rizqi yang Allah berikan tidak hanya kepada manusia saja, akan tetapi mencakup seluruh makhluk yang ada di dunia. Sedangkan secara khusus adalah rizqi yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat. Sedangkan Usaha berarti bertindak, berbuat, berjalan, bergerak untuk mendapatkan sesuatu yang dimaksud. Islam mendorong setiap individu untuk bekerja keras merupakan cara yang dianjurkan oleh Al-Qur’an untuk menjaga diri dan kehormatannya.
Kaum Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan melakukan perbuatan. Manusia mempunyai kekuatan untuk mengatur kehendaknya sendiri atau mengurungkan kehendak tersebut. Dalam mengambil keputusan yang menyangkut tingkah lakunya sendiri maka tidak ada campur tangan Tuhan disana. Oleh karena itu jika seseorang diberi ganjaran baik surga maupun neraka di akhirat itu adalah berdasarkan pribadinya sendiri, bukan karena takdir Tuhan.
Begitu pula dengan rizqi dan usaha manusia menurut kaum Qadariyah, manusia lah yang menentukan qadariyahnya masing-masing. Apabila manusia mau berusaha dengan sungguh-sungguh maka dia akan mendapatkannya begitu pula sebaliknya jika manusia itu lalai dan tidak mau berusaha maka rizqi itu tidak akan datang. Begitu pula dengan nasib seseorang, kecuali orang itu yang merubahnya.
Paham yang dibawa oleh Jahm ibn Shafwan beranggapan bahwa manusia tidak mempunyai kekuatan untuk melakukan perbuatan, manusia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan. Manusia dalam perbuatannya adalah dipaksa dengan tidak adanya kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya
Menurut Ibnu Khaldun dalam muqoddimahnya mengatakan bahwa naluriah yang mendorong manusia untuk bekerja dan berusaha dan hasil dari usahanya tersebut mencukupi kebutuhannya maka disebut rizqi dan apabila melebihinya disebut kasab (hasil usaha).
Dapat disimpulkan bahwa Rizqi merupkan suatu anugerah yang Allah berikan baik bersifat duniawi maupun ukhrowi. Allah membagikan rizqi kepada setiap makhluk-Nya sesuai dengan porsinya masing-masing.
Konsep Rezeki dalam kegiatan ekonomi yang tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 22 yakni ketika kita mau berusaha untuk memanfaatkan fasilitas yang Allah berikan dengan cara yang baik sesuai syariat.
Jika melihat hal di atas, pemakalah secara teologis mengikuti aliran Jabariyah, Qadariyah or Asy-Ariyah? Konsisten tidakkah pemakalahnya?
pemakalah secara teologis menngikuti aliran asy'ariyah, yang dimana dalam konsep rezeki Allah telah memberikan fasilitas dengan cara yang baik dan tugas kita sebagai hamba yakni berusaha memanfataatkan. dalam artian bersungguh-sungguh dalam berusaha memperoleh reszeki yang telah Allah berikan sesuai dengan fasilitasnya massing-masing. Dan ini dipertegas dalam firman-Nya Qs. al Baqoroh ayat 22.
BalasHapusdalam hal ini pemakalah lumayan konsisten dalam membeberkan rezeki perspektif al Qur'an.
Nama :Tri agustianingsih
BalasHapusNIM :3118069
Menurut saya pemakalah lebih condong ke dalam aliran Asy'ariyah. Karena menurut aliran asy'ariyah segala sesuatu baik atau buruk yang menentukan adalah Allah SWT. , akan tetapi manusia yang berikhtiar melakukan segala sesuatu dan berpedoman kepada Al-Qur'an dan hadiat. Dalam hal ini Allah SWT. Telah menentukan kadar rizqi seseorang sesuai dengan porsi kemampuannya. Seperti konsep rizqi yang dipertegas dalam Q.S. al-Baqarah ayat 22.
Pemakalah cukup konsisten dalam menerapkan konsep rizqi kedalam perspektif Al-Qur'an.
Menurut saya, dari uraian di atas menjelaskan bahwasanya pemakalah memaparkan sebuah sudut pandang tentang rizki dan usaha manusia dari beberapa macam aliran teologi. Jika dilihat dari kesimpulannya, pemakalah lebih condong memakai paham aliran Asy-Ariyah karena disitu ada sebuah kalimat "Allah membagikan rizqi kepada setiap makhluk-Nya sesuai dengan porsinya masing-masing" serta "ketika kita mau berusaha untuk memanfaatkan fasilitas yang Allah berikan dengan cara yang baik sesuai syariat". Jadi disitu saya dapat mengetahui bahwa maksud dari kalimat tersebut secara sederhana berarti "manusia yang berusaha dan merencanakan namun Allah swt yang menentukan atau memberinya sesuai kadar porsi masing-masing".
BalasHapusJika berbicara konsistensi pemakalah. Dalam pemaparan sebagian makalah di atas saya pun awalnya mengira pemakalah kurang konsisten, namun jika dilihat dari keseluruhan makalah dari awal makalah dan kesimpulan menjelaskan cukup konsistennya pemakalah terhadap aliran Asy-Ariyah. Sebagaimana yang saya jelaskan di awal saya menilai bahwa pemakalah mungkin hanya ingin menambahkan saja bagaimana sudut pandang tentang rizki dari aliran teologi lain.
Secara teologis, pemakalah mengikuti aliran Asy-Ariyah. Dalam membahas isi permasalahan (berkaitan dengan rizqi) pemakalah tidak hanya mencantumkan pemikiran aliran Asy-Ariyah saja yang seharusnya menjadi dasar utama pemikiran dari pemakalah, namun juga memasukkan pemikiran aliran kaum Qadariyah. Mungkin pemakalah bermaksud untuk menjadikannya sebagai pembanding, akan tetapi hal ini justru membuat kesan akan kurangnya ketidak konsistenan pemakalah (pembahasannya menjadi rancu).
BalasHapusMenurut saya, secara teologis pemakalah lebih condong mengikuti aliran asy-ariyah. Sebagaimana telah dijelaskan diawal oleh pemakalah bahwa menurut asy-ariyah rezeki itu semuanya berasal dari Allah. Hal ini sesuai dengan pemaparan pemakalah dalam kesimpulannya bahwa rezeki merupakan suatu anugrah yang Allah berikan, dan Allah membagikan rezeki kepada makhluknya sesuai dengan porsinya masing-masing. Dalam hal ini pemakalah cukup konsisten dalam memaparkan konsep rezeki perspektif Al Qur'an, namun karena tidak dijelaskan secara jelas dan berurutan, sehingga kesannya itu kurang konsisten.
BalasHapussangat jelas sekali pada paragraf pertama pemakalah telah menunjukan identitasnya sebagai penganut aliran Asy-Ariyah.
BalasHapusnamun dalam bahasan selanjutnya pemakalah mencoba memaparkan rizqi dari berbagai macam sudut pandang aliran. ini tampak cukup rancu karena di akhir timbul kesan pemakalah melepaskan diri dari penganut Asy-Ariyah. maka ini menurut saya tidak konsisten.
dari yang saya pahami, secara teologis pemakalah lebih condong pada penganut aliran Asy'Ariyah. hal ini terlihat jelas dari kesimpulan yang mereka ungkapkan bahwa rizqi merupakan suatu anugerah yang Allah berikan kepada setiap makhluk-Nya sesuai dengan porsinya masing-masing, dan kemudian disertai dengan mau berusaha. dalam konsisten atau tidaknya pemakalah menurut saya cukup konsisten, walaupun mereka memunculkan sudut pandang dari aliran lain. hal ini justru memberikan definisi lain dari rizqi itu sendiri menurut berbagai macam aliran, selain dari penjelasan konsep rizqi tersebut menurut perspektif al-Qur'an.
BalasHapus