Cara penerimaan dan
penyampaian hadits, dapat di simpulkan menjadi delapan macam sebagai berikut:
1)
Al-Sima’
Maksudnya yaitu murid
mendengar sendiri dari perkataan gurunya baik dengan cara mengimlakkan maupun
bukan, baik dari hafalannya maupun membaca tulisannya. Menurut Jumhur ahli
hadits, bahwa Al-sima’ (mendengarkan) yang di barengi dengan al kitabah
(tulisan) merupakan cara yang terbaik, karena terjamin kebenarannya dan
terhindar dari kesalahan di banding dengan cara-cara yang lainnya.
سَمِعْنَا , ( سَمِعْتُ) ,
حَدَّثَنَا , أَخَبرنَا , أَنْبَأَنَا , قَالَ لًنَا , ذَكَرَلَنَا
2)
Al-Qiro’ah ‘ala al-syaikh
Maksudnya yaitu dengan cara
seorang murid membacakan hadits di hadapan gurunya, baik dia sendiri yang
membacakan maupun orang lain yang membacakannya, sedangkan dia mendengarkannya.
Sighat ada’ al hadits (bentuk menyampaikan hadits) yang di gunakan oleh perawi
atas dasar al qiro’ah ‘ala al syaikh adalah:
قَرَأتُ عَلَيْهِ (saya telah
membaca di hadapannya)
قُرِئَ عَلَيْهِ وَأَنَا أَسْمَع (di bacakannya oleh seorang di hadapannya (guru) sedang saya mendengarkannya)
أَخْبَرَنَا قِرَاءَةً
عَلَيْهِ (telah mengabarkan kepada kami
secara pembacaan di hadapannya)
أنْبَأَنَى قِرَاءَةً عَلَيْهِ (telah memberitahukan padaku
secara pembacaan di hadapannya)
3)
Al-Ijazah
Maksutnya yaitu seorang guru
memeberikan izin kepada muridnya untuk menyampaikan hadits atau kitab kepada
seseorang atau orang-orang tertentu sekalipunsang murid tidak membacakan kepada
gurunya atau mendengar bacaan gurunya.
Cara yang demikian ada yang
membolehkan dan ada pula yang tidak memperbolehkan.
Sedangkan yang
membolehkan menetapkan syarat denagn cara ijazah, yakni: bahwa
sang guru harus bener-bener ahli ilmu dan mengerti kitab yang diijazahkan,
serta naskah muridnya harus menyamai dengan yang asli sehingga seolah-olah
naskah tersebut adalah aslinya.
Shighat ada’ al-Hadits (bentuk
menyampaikan Hadits) yang digunkan oleh perawwi atas dasar ihazah, diantaranya
:
أَخْبَرَنَا فُلَانٌ إجَازَةً
(Fulan telah memberikan kabar kepada kami
dengan cara ijazah(
فِيْمَا اَجَازَنِى فُلَان
( mengenai apa
yang telah dijazahkan).
4)
Al-munawalah
Maksudnya adalah seorang
guru memberikan kitab asli atau Salinan kitab yang telah di koreksi kepada
muridnya untuk diriwayatkan. Cara ini terdiri atas dua macam yaitu :
Al-Munawalah yang dibarengi ijazah dan Al-Munawalah yang tidak dibarengi ijazah
sighat ada’ al-Hadits (bentuk menyampaikan hasits) yang digunakan oleh perawi
atas dasar Al-Munawalah diantaranya :
فِيْمَا نَاولَنَا
(telah memberikan kabar
kepada kami dengan cara Al-Munawalah)
أخْبَرَنَا مُنَاوَلَة
(mengenai apa yang diberikan
kepada kami dengan cara Munawalah).
5)
Al-Mukatabah
Maksudnyaa adalah seorang
guru menuliskan sendiri atau menyuruh orang lain untuk menuliskan sebagian
haditsnya untuk diberikan kepada murid yang ada dihadapannya atau tidak hadir
dengan jalan mengirim surat melalui orang yang
dipercaya untuk
menyampaikannya. Cara ini terdiri atas dua macam yaitu Al-Mukatabah yang
dibarengi ijazah dan Al-Mukatabah yang tidak dibarengi ijazah.
Sighat ada’ al-Hadits
(bentuk menyampaikan hadits) yang digunkan oleh perawi atas dasar Al-Mukatabah
diantaranya adalah :
كَتَبَ إلَيَّ فُلًاَن
(Fulan telah menuliskan
kepadaku)
6)
Al- I’lam
Maksudnya adalah
pemberitahuan seorang guru kepada muridnya, bahwa hadits atau kitab yang
diriwayatkan, dia terima dari seseorang tanpa menyatakan secara jelas kepada
muridnya untuk menyampaikan hadits tersebut.
Sighat ada’ Al-Hadits
(bentuk menyampaikan hadits ) yang digunakan oleh perawi atas dasar al-I’lam
diantaranya :
أَعْلَمَنَى فُلَانٌ.... قَالَ
حَدَّثَنَا
(Fulan telah memberitahukan
kepadaku, dia berkata : telah menceritakan kepada kami)
فِيْمَا أعلَمَنى شَيْخِى
(mengenai apa yang telah
diberitahukan kepadaku dari guruku dengan cara I’lam)
7)
Al-Washiyyah
Maksudnya adalah seorang
guru ketika akan meninggal atau berpergian jauh, meninggalkan pesan kepada
orang lain untuk meriwayatkan kitabnya apabila dia meninggal atau berpergian.
Periwayatan dengan cara ini menurut Jumhur ulama dianggap sangat lemah.
Sighat ada’ al-Hadits
(bentuk menyampaikan Hadits) yang digunakan oleh perawi atas dasar Al-Washiyyah
diantaranya :
أَوْصَى إلَى فُلَان
(Fulan telah berwasiat kepadaku)
أَخْبَرَنَى فُلَان بِالْوَصِيَّةِ
(Fulan telah mengabarkan
padaku dengan cara wasiat)
8)
Al-Wijadah
Maksudnya adalah seseorang memperoleh
kitab orang lain tanpa proses sima’, ijazah atau munawalah.
Misalnya seseorang menemukan
hadits dari tulisan-tulisan orang semasanya atau tidak semasanya, tetapi dia
tahu persis bahwa tulisan tersebut merupakan tulisan orang yang bersangkutan (syaikh)
melalui kesaksian orang yang dapat dipercaya.
Sighat ada’ al-Hadits
(bentuk menyampaikan Hadits) yang digunakan oleh perawi atas dasar Al-Wijadah
diantaranya :
وَجَدْتُ فِى كِتَاب فُلَان
(Saya menemukan dalam kitab Fulan )
وَجَدْتُ بِخَطّ فُلَان
(saya menemukan dalam tulisan Fulan)[1]
Bagaimana dengan penyampaian dan penerimaan hadis melalui Google, Aplikasi dan sebagainya pada era 4.0?
Mohammad Gufron dan Rahmawati, Ulumul Hadits :
Praktis dan Mudah (Yogyakarta : Penerbit Teras, 2013) , hlm
51
Hadiroh
BalasHapusHadiroh
BalasHapusHadiroh
BalasHapusHaaaadirohh
BalasHapusCara ini terdiri atas dua macam yaitu : Al-Munawalah yang dibarengi ijazah dan Al-Munawalah yang tidak dibarengi ijazah sighat ada’ al-Hadits..
BalasHapusCoba jelaskan dan yang bagaimana contoh nya?
Nama : M. Nafi'Jundurrohman
Hapus2219094
Nama : siti muflichatunnisa
BalasHapusNim: 2219111
Jelaskan perbedaan dari قرأت عليه dll, dan manakah diantara semua itu yang paling falid penggunaannya?
Terima kasih
Putri Nirmala Devi
BalasHapus2219091
Assalamu'alaikum, izin bertanya dan saya benar-benar ingin bertanya, dan bukan ingin mengerjai si pemakalah..
Ada 8 metode yang digunakan dalam penerimaan dan penyampaian hadits, lalu metode yang manakah yang paling banyak dan paling sering digunakan?
Metode al-Sima’ ini dipandang paling bagus di antara metode yang ada menurut para ulama hadis. Tetapi ada juga yang berpendapat, alangkah baiknya kalau disamping mendengar juga mencatat.
HapusAssalamualaikum
BalasHapusSaya ingin bertanya ini pumpumg lagi rajin😂
Nama : sindy ashari
Nim : 2219120
Adakah syarat-syarat Tahammul wal Ada’ al-hadis...?
Cukup sekian terimakasih ❤
Saya bukan pemakalah tapi ingin menyanggah/ menjawab pertanyaan dari mba sini
HapusNama : Silfi Oktafiani
Nim : 2219122
Syarat-syarat Tahammulul-Hadits
Karena Tidak semua orang bisa menyampaikan hadits kepada orang lain, Dalam hal ini mayoritas ulama hadits, ushul, dan fiqh memiliki kesamaan pandangan dalam memberikan syarat dan kriteria bagi pewarta hadist, yang antara lain:
1) Ketahanan ingatan informator ( Dlabitur Rawi)
2) Integritas keagamaan ( ‘Adalah ) yang kemudian melahirkan tingkat kredibilitas ( Tsiqatur Rawi).
3) Mengetahui maksud-maksud kata yang ada dalam hadits dan mengetahui arti hadits apabila ia meriwayatkan dari segi artinya saja ( bil ma’na ).
4) Sifat adil ketika dibicarkan dalam hubungannya dengan periwayatan hadits maka yang dimaksud adalah, suatu karakter yang terdapat dalam diri seseorang yang selalu mendorongnya pada melakukan hal-hal yang positif, atau orang yang selalu konsisten dalam kebaikan dan mempunyai komitmen tinggi terhadap agamanya.
Adapun syarat-syarat bagi seseorang diperbolehkan untuk mengutip hadits dari orang lain adalah:
1) Penerima harus dlobid (memiliki hafalan yang kuat atau memiliki dokumen yang valid).
2) Berakal sempurna.
3) Tamyis.
Nama : Ilma Nafi'a
BalasHapusNim : 2219121
Saya izin bertanya Yang Al I'lam kan bahwa penyampaian hadis dia terima dari seseorang tanpa menyatakan secara jelas kepada muridnya apabila dalam penyampaiannya ada yang salah itu gimana apa ada sanksi atau harus diulangi apa hukumnya ? Terimakasih.
Putri saila minanil maula
BalasHapus2219104
saya mau bertanya sebutkan dan jelaskan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metode penerimaan dan penyusunan hadis.
Nama: Qothrun Nada
BalasHapusNim: 2219095
Saya mau bertanya,
Bedanya Al Munawalah yang dibarengi ijazah dan Al munawalah yang tidak dibarengi ijazah sighat ada' al-Hadits apa ?
Terimakasih.
nama : Miftah ayu amallia
HapusNim : 2219090
Saya bukan pemakalah tetapi akan mencoba menjawab pertanyaan MB nada, al-Munawalah disertai dengan Ijazah,Inilah bentuk Ijazah tertinggi, dimana seorang guru memberikan kitab kepada muridnya disertai izin untuk meriwayatkannya. Sebagaimana guru berkata kepada muridnya, Kitab ini saya meriwayatkannya dari guru saya, maka sekarang riawayatkanlah dari saya. Setelah itu, kitab menjadi milik murid atau guru hanya meminjamkan saja kitabnya untuk disalin.kata Ijazah dalam terminologi hadits adalah memberikan izin, baik dalam tulisan maupun hanya lafadz saja kepada seseorang untuk menyampaikan hadits atau kitab berdasarkan otoritas Ulama’ yang memberikan izin.Ijazah ini bisa dengan musyafahah antara guru dan murid, atau pemberian izin dari guru dalam bentuk tulisan, baik murid ada atau tidak ada di depan guru.
Bentuk: Seorang guru berkata kepada muridnya, (أَجَزْتُ لك أن تروي عني صحيح البخاري), saya memberi ijin untukmu meriwayatkan dariku kitab Shahih Bukhari. Sedangkan al-Munawalah tidak disertai dengan ijazah. Bentuknya adalah seorang guru memberikan kitab kepada muridnya namun tidak memberi ijazah atau tidak memberikan izin. Hukum meriwayatkan hadits dengan al-Munawalah yang tidak disertai ijazah ini adalah tidak diterima, menurut pendapat yang shahih. Sedangkan al-munawalah yang disertai ijazah adalah diterima, dia berada dibawah as-Sama’ dan al-Qira’ah ala as-Syeikh.
Seperti itu kurang lebihnya,jika saya kurang benar, mohon dibenarkan, itu hanya sepengatahuan saya saja.
Laila syarifah (2219117)
BalasHapusKan di sana di jelaskan bahwa at-tahammul adalah menhambil atau menerima dari seorang guru dengan cara cara tertentu...
Lha itu cara-caranya itu bagaimana ya?
Nama : Ahmad khobawi
HapusNim : 2219116
Saya bukan pemakalah, namun saya akan mencoba menjawab pertanyaan dari saudari Laila syarifah.
Tadi kan pertanyaannya cara tertentu seorang murid mengambil atau menerima hadis dari seorang guru.?
Cara tertentu seorang murid mengambil atau menerima hadis dari seorang guru yang dimaksud adalah bisa dengan cara Al-sima', maksudnya yaitu murid mengambil atau menerima hadis dari guru dengan mendengarkan sendiri dari perkataan gurunya tersebut, baik dengan cara mengimlakkan maupun bukan. Dan juga bisa dengan cara Al-qiro'ah, maksudnya yaitu seorang murid menerima hadis dari guru dengan cara membacakan hadis dihadapan gurunya, baik dia sendiri yang membacakan maupun orang lain yang membacakannya, sedangkan dia mendengarkannya.
Sekian terimakasih
Sumber:Makalah kelompok 5
HapusNama : Umdatul Khokida
BalasHapusNim : 2212109
Pertanyaan : dihalaman 6 kan ada permasalahan dalam tahamul hadis. Lalu bagaimana penyelesaian masalah tersebut?
Terimakasih
Nama : Umdatul Khokida
BalasHapusNim : 2212109
Pertanyaan : dihalaman 6 kan ada permasalahan dalam tahamul hadis. Lalu bagaimana penyelesaian masalah tersebut?
Terimakasih
Nama : Umdatul Khokida
BalasHapusNim : 2212109
Pertanyaan : dihalaman 6 kan ada permasalahan dalam tahamul hadis. Lalu bagaimana penyelesaian masalah tersebut?
Terimakasih
nama:safira fitriani ts
Hapus2219114
permasalahan yang menjadi perdebatan dalam penerimaan hadits (tahammul) ada yang setuju dan ada yang tidak mengenai permasalahan-permasalahan tersebut di antaranya penerimaan anak-anak, penerimaan orang fasik, berarti penyelesaiannya yaitu tergantung ulama hadits itu sendiri akan setuju atau tidak dengan permasalahan penerimaan hadits
Hadir��
BalasHapusLaila syarifah (2219117)
BalasHapusDadhiroh✋
Nama : Miftah ayu amallia
BalasHapusNim : 2219090
Untuk penyampaian hadis melalui era digital seperti menurut saya sebenarnya kurang efektif, memang sangat bermanfaat untuk menambah informasi dan kebaikan dari gogle, namun terkadang kita pengaruh negatif dari internet itu sangat buruk, seperti misal hadis yang tidak jelas dan disalah artikan, itu kan bisa bahaya jadinya, seperti itu.
Maaf ini pertanyaan atau pernyataan,??saya gagal faham tuu :(
HapusPer..tanyaa'anya adalahh??
Nama : uzzatul aula
BalasHapusNIM : 2219113
Faktor-faktor apa saja yang memicu munculnya riwayah bi al ma'na?
Faktor pemicu munculnya riwayah al-ma'na
Hapus1. Tidakak semua hadits nabi diriwayatkan secara mutawatir lafdzi(hadits mutawatir dengan susunan redaksi yang persis sama), berbeda dengan periwayatan al qur’an.
2. Pada masa nabi sampai masa sahabat, hadits nabi belum dibukukan bahkan pada awalnya para sahabat tidak menulis hadits nabi kecuali untuk sahabat-sahabat tertentu, sedangkan pada waktu itu periwayatan hadits hanya secara lisan
3. Perbedaan kemampuan dalam menghafal dan meriwayatkan hadits Nabi.
4. Hanya hadits yang berbentuk sabda saja yang mungkin diriwayatkan secara tekstual, padahal hadits mungkin berupa sabda, perbuatan, takrir, hal dan ihwal.
Nama : Moh. Almahamidi
BalasHapusNim :2219105
Bagaimana cara memebedakan penerimaan hadist alsima dan yang lainya,melalui lafdz أخبرنا
Sedangkan lafadz tersebut banyak dituliskana dikitab kitab hadist
Sekian dan terimakasih
Nama Della via muafa nim (2219086) pada pernyataan yang terdapat pada sebuah makalah yaitu terdapat pengertian dari Al-Ijazah
BalasHapusyaitu seorang guru memeberikan izin kepada muridnya untuk
menyampaikan hadits atau kitab kepada seseorang atau orang-orang tertentu
sekalipunsang murid tidak membacakan kepada gurunya atau mendengar
bacaan gurunya. Lalu pertanyaan saya adalah, apakah semua orang yang telah belajar ilmu agama, ketika semisal ia lulus dari pondok nya, orang tersebut bisa memberikan ijazah kepada siapa saja kepada orang yang meminta, atau mungkin dia sendiri ingin memberi ijazah tersebut. Terimakasih 🙏
Nama: Silvia cahyani
BalasHapusNim: 2219089
Dalam makalah ditulis, Riwayat al-ma’na atau dalam bahasa Indonesianya “periwayatkan hadis dengan makna” adalah meriwayatkan hadits berdasarkan kesesuaian maknanya saja sedangkan redaksinya disusun sendiri oleh orang yang meriwayatkan. Yang saya tanyakan bagaimana hukumnya hadits tersebut dan bolehkah dipakai dalam hukum di kehidupan kita?
Nama : siti muflichatunnisa
HapusNim :2219111
Saya bukan anggota pemakalah namun ingin mencoba menjawab pertanyaan dari mba silvia.
Para jumhur ulama membolehkan periwayatan bil
makna hingga, tetapi jumhur juga menetapkan beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi dalam periwayatan ini. Persyaratan itu berupa: (1)
Periwayatan ini hanya dibolehkan bagi mereka yang memiliki
pengetahuan bahasa arab yang mendalam sehingga dapat menghindarkan
diri dari kesalahan atau kekeliruan. (2) Dilakukan karena sangat terpaksa,
misalnya lupa susunan harfiah hadis. (3) hadis yang diriwayatkan
bukanlah sabda Nabi dalam bentuk bacaan yang sifatnya ta’abbudiy,
seperti zikir, doa, azan, dan syahadat, serta bukan sabda Nabi berbentuk
jawami al-kalim. (4) Perawi yang ragu-ragu atau lupa tersebut hendaklah
menambahkan kata-kata قال كما أو atau ھذا نحو أو atau yang semakna
dengannya, setelah menyebutkan matan hadis (Syuhudi Ismail: 1988, 71).
Adanya berbagai ketentuan ini menunjukkan bahwa meskipun
membolehkan, namun dalam prakteknya jumhur tidaklah bersifat
‘longgar’. Artinya, para perawi tidak bebas begitu saja dalam melakukan
periwayatan bil makna sehingga kekhawatiran terjadinya perubahan
makna dapat diminimalisir.
Sumber :
PERIWAYATAN HADIS BIL MAKNA
Implikasi dan Penerapannya sebagai ‘Uji’
Kritik Matan di Era Modern
Oleh : Hedhri Nadhiran*
Nama : Agung Ridwan Nur zaman
BalasHapusNIM : 2219131
Ingin bertanya tentang sejarah pelopor alias pendiri ilmu diriwayah siapa? Tujuan ilmu diriwayah apa sih? Oh iya satu lagi bedanya dirayah sama diriwayah apa? Maksih 💓
Ulama yang terkenal dan dipandang sebagai pelopor adalah Abu bakr Muhammad bin Syihab Azzuhri.
HapusMeskipun demikian,,sesungguhnya ilmu hadis riwayah ini sudah ada sejak periode Rasulullah SAW sendiri,bersamaan dengan dimulainya periwayatan hadis itu sendiri.
Tujuan ilmu riwayah apa sich?eaea apa yak
:ada banyak lohh,,
Untuk menghindari adanya kemungkinan yang salah dari sumbernya.yaitu,Nabiyyina Muhammad SAW.sebab yang beredar pada umat islam bisa jadi bukan hadis,melainkan juga bukan bersumber dari Nabi Muhammad SAW,atau bachkan sumbernya antah berantah tidac jelash sama syekali.
Lanjuttt
Perbedaan dirayah sama riwayah ya mase?okay langsung singkat sajah.
(maaf sedikit lebay,soalnya agak pusing" gmn gt)
Perbedaannya terletak pada..kalo dirayah meneliti hadis mulai dari sanad,musnid...
Keadilan ,perbandingan antara para rawi/asohul asanid
Kalau riwayah meneliti ttg redaksi/susunan hadisnya
Afuan,bukan pemakalah namun mencoba membantu menjawab
HapusSaya harap bermanfaat..
Nama : Fini Rosi
Nim. : 2219125
Nama : Ajirotul mas'adah
BalasHapusNIM : 2219097
Al ijazah adalah seorang guru mengizinkan kepada murid untuk menyampaikan hadis. Cara ini ada yang memperbolehkan ada juga yang tidak memperbolehkan.
Pertanyaan saya : alasan apa yang tidak diperbolehkan sesorang menerima hadis dengan cara al ijazah. Terimakasih
Nama saya silvia cahyani (2219089). Saya bukan pemakalah tapi saya akan mencoba menjawab, Al ijasah sendiri artinya seorang guru mengizinkan kepada murid untuk menyampaikan hadits dan pertanyaannya yaitu kenapa ada yang berpendapat tidak memperbolehkan menggunakan cara ini, mungkin karena Tidak semua orang bisa menyampaikan hadits kepada orang lain, Dalam hal ini mayoritas ulama hadits, ushul, dan fikh memiliki kesamaan pandangan dalam memberikan syarat dan kriteria bagi pewarta hadist, yang antara lain:
Hapus· Ketahanan ingatan informator (Dlabitur Rawi)
· integritas keagamaan (‘Adalah) yang kemudian melahirkan tingkat kredibilitas (Tsiqatur Rawi).
· Mengetahui maksud-maksud kata yang ada dalam hadits dan mengetahui arti hadits apabila ia meriwayatkan dari segi artinya saja (bil ma’na).
Bismillah,
BalasHapusAfuan ijin bertanya,sebenarnya ada banyak yg butuh di jelaskan lagi daripada isi makalah antunna,namun saya akan bertanya satu hal saja dulu heheh
Pertanyaannya...��
Silahkan buka pada hlm. 5
Hukum kebolehan periwayahan hadis
"TOLONG jelaskan lagi secara eksplisit dan contoh hadis yg dimaksud dari.."
1) Segolongan ahli hadis, ahli fiqh, dan ushuliyyin tidak memperbolehkan
periwatan hadis dengan makna nya saja
dengan
2) jumhur ulama salaf dan khalaf itu memperbolehkan meriwayatkan
hadis dengan maknanya.
Ya Allah biasyah lhe iklan e weee ket mau,setengah jam dewe
BalasHapusRak swidoo swidoo koment,huft
#deletesoon
Nama: Lutfi Alfiani
BalasHapusNim : 2219101
May bertanya,apakah ada keterkaitan antara ilmu riwayah dengan ilmu dirayah yang dibahas kemarin. Kalau ada, tolong jelaskan keterkaitannya.
Terima kasih.
Eva Nur Safitri (2219108)
HapusSaya dari pemakalah mencoba menjawab pertanyaan mba fia.
Antara Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah, keduanya saling terikat. Lahirnya ilmu riwayah tidak terlepas dari peran ilmu dirayah baik terlihat maupun tidak terlihat. Diantara peran Ilmu dirayah yaitu untuk meneliti hadits berdasarkan kaidah atau suarat dalam periwayatannya, untuk mengetahui mana yang hadits dan mana yang bukan, mana perkataan/sabda Rasulullah dan mana yang bukan, serta untuk mengetahui mana hadits yang diterima (maqbul) dan mana hadis yang tertolak (mardud). Sedangkan Ilmu Riwayah sebagai hasil/produk yang matang dari proses2 tersebut, atau dengan kata lain ilmu dirayah sebagai input dan ilmu riwayah sebagai output. Oleh karena itu ke2anya saling berkaitan.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusMaap tadi belum lengkap
BalasHapusNama : M. Nafi' Jundurrohman
2219094
Cara ini terdiri atas dua macam yaitu : Al-Munawalah yang dibarengi ijazah dan Al-Munawalah yang tidak dibarengi ijazah sighat ada’ al-Hadits..
Coba jelaskan dan yang bagaimana contoh nya?
Saya dari pemakalah, pertanyaan mas Jundur sama dengan pertanyaan mba Nada yg sudah dijawab mba miftah, sya mencoba menjawab dg bahasa yang berbeda.
HapusAl munawalah dibagi mjd 2 :
Pertama yaitu di munawalah barengi ijazah.Maksudnya, misal ada seorg guru menyerahkan kibab2 asli atau salinannya, lalu guru tersebut mengatakan (memberikan ijazah) kpd sang murid "riwayatkanlah dari saya ini". Periwayatan ini diperbolehkan secara ijma, karena itu tidak ada lagi keraguan mengenai kewajiban mengamalkannya.
Contoh lafal yang digunakan munawalah dengan ijazah
هَذَاسَمَاعِى أَوْ رِوَايَتِى عَنْ فُلَانٍ فَارْوِهِ
“Ini adalah hasil pendengaranku atau periwayatanku dari seseorang, riwayatkanlah!”
Yang kedua yaitu munawalah tanpa dibarengi ijazah. Ketika naskah/kitab asli atau turunannya diberikan kpd murid tanpa diikuti denganperintah utk meriwayatkannya. Beberapa ulama tidak memperbolehkan meriwayatkan hadis yang diterima dg cara ini.
Assalamualaikum.. wr. wb.
BalasHapusijin bertanya..
saya: Agung Ridwan
Nim: 2219098
Dari 8 macam metode penerimaan dan penyampaian hadis yg sudah dijelaskan, adakah kelebihan dan kekurangan masing-masing metode tersebut? mohon dijelaskan..
dan bagaimana kita mengaplikasikannya di era zaman now ini?
terimakasih.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNama : Eka Laila Fatmawati
BalasHapusNIM : 2219112
Saya mau bertanya, kan di makalah itu terdapat kalimat seperti ini, Ulama sepakat bahwa yang di maksud dengan At-Tahammul
adalah ’’mengambil atau menerima hadits dari seorang guru dengan salah satu cara
tertentu.
Nah, yang saya mau tanyakan itu cara yang bagaimana ya?
Rafi Yudha p
BalasHapus2219100
Cara penerimaan hadis yang paling baik menurut bapak dosen yg mana pak ?
Nama : Ahmad khobawi
BalasHapusNim : 2219116
Izin bertanya
Pada halaman 12 tertera Riwayah bil ma’na Sebelum dan Sesudah Tadwin,yang saya tanyakan apa maksud dari tadwin disini? Mohon penjelasannya.
Sekian terimakasih
Tadwin menurut bahasa yaitu kumpulan shahifah. secara umum tadwin berarti mengumpulkan.
Hapusaz-zahrani merumuskan pengertian tadwin: mengikat yang berserak-serakkan kemudian mengumpulkannya menjadi satu kitab yang terdiri dari lembaran- lembaran. sedangkan yang d maksud pentadwinan hadits pada zaman ini adalah pembukuan secara resmi berdasarkan perintah dari seorang kepala negara dengan melibatkan orang yang ahli di bidangnya.Bukan untuk memenuhi kepentingan pribadi atau secara personal.
periwayatan hadits sebelum tadwin banyak ulama berbeda pendapat. mayoritas ulama membolehkan periwayatan secara makna bagi orang yang telah memenuhi syarat yaitu salah satunya mempunyai kemampuan bahasa yang mendalam. sedangkan periwayatan sesudah tadwin para ulama sepakat bahwa periwayatan hadits dengan makna tidak d perbolehkan setelah hadits- hadits itu d tulis dalam kitab-kitab hadits
Nama :Habib Sultan Maolana
BalasHapusNim :2219118
Jelaskan pengertian ada' al hadits menurut pemakalah sendiri, syukran
Nama : Dini Setyaningsih
BalasHapusNIM : 2219099
Izin bertanya, mengapa periwayatan al washiyyah menurut jumhur ulama dianggap sangat lemah? Mohon berikan penjelasan nya, sekian dan terima kasih��
Bismillahirrahmanirrahim
HapusNama saya Nur Fitri Lestari
NIM : 2218045
Saya bukan pemakalah, namun saya akan mencoba menjawab pertanyaan dari mb Dini
Metode periwayatan al washiyah kan berarti metode periwayatan melalui wasiat. Jadi seseorang yang menerima hadis tersebut tidak mendengar atau menerima secara langsung hadis dari rawi tersebut. Dan ketika si penerima hadis ingin meriwayatkan hadis ini kembali, maka dia tidak bisa menggunakan lafad seperti سَمعْتُ atau sebagainya, karena memang sebenarnya dia tidak menerima atau mendengar hadis tersebut secara langsung
Itu sedikit jawaban mnurut pehaman saya, apabila kurang tepat mohon untuk dikoreksi kembali.
Terimaksih
Nama : Adia karen Fadil Aenul Khak
BalasHapusNim : 2219087
Izin mau bertanya, tolong jelaskan maksud dari "mengimlakan dan bukan" dalam cara penyampaian al-sima'
Nama Ianatus Sa'adah
BalasHapusNIM 2219130
Izin bertanya, Al I'lam kan hadis atau kitab yang diriwayatkan diterima dari seorang tanpa menyatakan secara jelas kepada muridnya untuk menyampaikan hadis tersebut, nah, apakah hadisnya bisa dikatakan hadis shohih dan bisa diterima? Terimakasih
BISMILLAH, SAYA AYU WINARSIH 2219096 AKAN MENCOBA MENJAWAB. INI MENURUT PENDAPAT SAYA. WALLAHU A'LAM BISSHOAB. AASEEF SEBELUMNYA. MENURUT SAYA TIDAK SHOHIH JIKA HADIS YANG DIA SAMPAIKAN HAKIKATNYA TIDEAK SHOHIH. KALAU PERAWINYA TIDAK DISEBUTKAN. SEPERTI YANG SUDAH DIJELASKAN DALAM MATERI SEBELUMNYA BAHWA ADA SYARAT HADIS DIKATAKAN SHOHIH . LAH SALAH SATUNYA ADALAH JELASNYA BACKGROUND PERAWI TERSEBUT. JADI, MUNGKIN ITU TIDAK SHOHIH. NAMUN BISA SAJA SHOHIH, BARANGKALI MEMANG SANG GURU MERAHASIAKAN SEORANG PERAWINYA. KARENA ALASAN TERTENTU.
HapusNama :Moh. Rizal Firdiyan
BalasHapusNim :2219092
Bagamana Hukum hanya mentaklid hadits dari seorang guru, dengan kita tidak mengetahui tentang bagaimana hadits yang bisa dijadikan hujjah dan hadits yang tidak bisa dijadikan hujjah? sekian terima kasih
Nama :Muhammad Wildan atho'illah
BalasHapusNIM :2219084
Mau bertanya yang al-washiah itu apakah apakah ada syarat*nya apakah hadis itu bisa diterima(maqbul) atau ditolak(mardud).
Nama : Vhirani Vaadha Chandni
BalasHapusNIM : 2219124
Dalam makalah kan tertera,bahwa Riwayat al-ma’na adalah meriwayatkan hadis berdasarkan kesesuaian maknanya saja
sedangkan redaksinya disusun sendiri oleh orang yang meriwayatkan.
Pertanyaannya,lalu gimana sighat dan sanadnya? kalo al-sima' bisa dengan سمعت dan qiro' denganقرئ عليه و أنا أسمع, kalo bil ma'na gimana?
riwayah bi al ma'na memang redaksinya ditulis oleh yang meriwayatkan. Karena daya ingat sahabat tidak sama ada yang kuat dan ada yang lemah, kemungkinan pula masanya sudah lama, sehingga hanya ingat maknanya saja, dan yang diucapkan Nabi sudah tdk diingatnya lagi.
HapusBagaimana sighat dan sanadnya?
Sighat pada periwayatan dg makna tdk diterangkan jelas/tidak ada. Sedangkan sanad pada periwayatan dengan makna mungkin akan berbeda2 sesuai yang diingat oleh perawi. Oleh karena itu periwayatan dg makna tidak diperbolehkan lagi setelah tadwin (hadis2 tsb ditulis dalam kitab2 hadis).
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNama:durotul milati aufa
BalasHapusNim:2219115
Kan lafadz اخبرنا (fulan mengabarkan kpd kami) kalimat ini diucapkan murid dari hadits yang ia terima dari gurunya melalui cara al-sima. Jadi mungkin semua hadis yg memilili kalimat اخبرنا itu jika dilihat dari ilmu riwayah maka termasuk pada penerimaan hadis as sima
☝
BalasHapusItu saya menjawab pertanyaan mas hamid
Nama ;Ayu Winarsih NIM ; 2219096. ILMU HADIS RIWAYAH SUDAH ADA SEMENJAK NABI SAW MASIH HIDUP. YAITU BERSAMAAN DENGAN DIMULAINYA PERIWAYATAN HADIS ITU SENDIRI, DARI PERNYATAAN ITU BERARTI ADA PERAWI. SIAPAKAH DIA YANG PERTAMA AKLI MERIWAYATKAN. HADIS YANG MANA. DAN ILMU ITU SPONTAN ATAU BAGAIMANA.
BalasHapusNAMA ;AYU WINARSIH . NIM 2219096.. PENYAMPAIAN HADIS SACARA DIGITAL MENURUT SAYA SANGAT TIDAK EFEKTIF KARENA JIKA SALAH PENAFSIRAN AKAN ADA KESALAH PAHAMAN, DAN JIKA ITU JIKA SAMPAI TERJADI MAKA AKAN BERDAMPAK BESAR. . DAN NEGATIFNYA YAITU KITA BISA SALAH KAPRAH DALAM MENERIMA ILMU BARU.
BalasHapusMenurut saya, penyampaian atau penerimaan hadits melalui media aplikasi dsb dapat dikategorikan ke dalam beberapa metode, yaitu Ijazah, Wijadah maupun Kitabah. Dengan melihat seberapa kuat hadits tersebut, hal itu dapat ditinjau dari segi keilmuan si penulis hadits. Namun, perlu digarisbawahi juga mengenai pengamalannya untuk khalayak umum jika hadits tersebut berisi sebuah hukum syara'.
BalasHapus