Salah satu penyebab lahirnya cabang ilmu, "Hadis Diroyah" dalam disiplin ilmu hadis adalah adanya peristiwa sejarah yang tercatat dalam literatur-literatur keagamaan. Berikut pernyataan pemakalah:
Semenjak itu pula, mulailah dilakukan penelitian terhadap sanad hadits dengan mempraktikkan ilmu al-jaroh wa al-ta’dil, dengan sendirinya mulai pulalah ilmu al-jaroh wa al-ta’dil ini tumbuh dan berkembang, yang kedudukannya adalah sebagai elemen dasar bagi ilmu hadits.
Silahkan ditanggapi pernyataan di atas.
Setelah munculnya kegiatan pemalsuan hadits dari pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab, maka beberapa aktivitas tertentu dilakukan oleh para
ulama hadits dalam rangka memelihara kemurnian hadits, yaitu seperti melakukan
pembahasan terhadap sanad hadits serta penelitian terhadap keadaan setiap para
perawi hadits, hal yang sebelumnya tidak pernah mereka lakukan. Aktivitas ini
terlihat dari penjelasan Muhammad Ibnu Sirin, yang diriwayatkan oleh Muslim di
dalam muqoddimah kitab shahih-nya dan oleh Al-Tirmidzi di dalam kitab ‘ilal-nya,
yang mengatakan bahwa para ulama hadits sebelumnya tidak pernah mempertanyakan
keaadaan sanad hadits, namun setelah terjadinya fitnah, yaitu peperangan antara
Ali Ibnu Abi Thalib dengan Muawiyyah, maka mulailah para ulama hadits
mempertanyakan tentang sanad hadits. Mereka tidak akan menerima hadits kecuali
dari orang yang dipercaya agamanya dan diyakini akan hafalan dan
pemeliharaannya terhadap hadits yang diriwayatkannya. Semenjak itu, berkembanglah di dalam tradisi
ulama hadits suatu kaidah, yang artinya:
“Sesungguhnya hadits-hadits ini adalah agama, maka telitilah dari
siapa kamu mendapatkannya.”
Semenjak itu pula, mulailah dilakukan penelitian terhadap sanad hadits dengan mempraktikkan ilmu al-jaroh wa al-ta’dil, dengan sendirinya mulai pulalah ilmu al-jaroh wa al-ta’dil ini tumbuh dan berkembang, yang kedudukannya adalah sebagai elemen dasar bagi ilmu hadits.
Silahkan ditanggapi pernyataan di atas.
Nama: M. Misbakhul munir
BalasHapusNim: 2219019
Sy mau bertanya mengenai ilmu al -jaroh wal al-ta'dil itu ilmu yang seperti apa? Dan siapa yang pertama kali mepraktikan dengan ilmu tersebut ? Tolong jelaskan, ..
Trimakasih
Nama : Eviana Nurul Inayah
HapusNim : 2219021
Baik, saya akan menjawab pertanyaan dari saudara Muhammad Misbahul munir...jadi ilmu Al jarh wa at-Ta'dil itu ilmu yang membahas tentang keadaan para rawi hadits dari segi diterima atau di tolaknya periwayatan mereka. Dan ilmu tersebut sudah di praktekan pada masa Rasulullah Saw yang beliau contohkan secara langsung dengan mencela bi'sa akh al'asyirah ( saudara kerabat yang buruk ) dan pernah pula beliau memuji sahabat Khalid bin Walid dengan sebutan: “Sebaik-baik hamba Allah adalah Khalid bin Walid. Dia adalah pedang dari sekian banyak pedang Allah”.
Mencela yg seperti apa ? Memang kesalahan apa yangdilakukan kok sampai rasulullah mencelanya?
Hapusyakni menerangkan keadaannya yang tidak baik, agar orang tidak terpedaya dengan riwayat-riwayatnya
HapusMaksud dari mencela adalah memberikan sebuah pengakuan kekurangan seorang perawi setelah dilakukannya sebuah penelitian melalui ilmu jarh wa ta'dil, bukan sebab seorang melakukan sesuatu yang buruk, tapi karena diketahui bahwa perawi Tersebut tidak memiliki salah satu kriteria yang disyaratkan dalam penta'dilan. Sehingga Rasulullah menetapkan perawi Tersebut tidak lolos (diterima) hadits periwayatannya karena tidak memenuhi syarat.
HapusNama : Himmatu rizqina
BalasHapusNIM : 2219042
saya ingin bertanya jika ilmu al-jaroh wa al-ta’dil ini tumbuh dan berkembang dan kedudukannya adalah sebagai elemen dasar bagi ilmu hadits.
Apakah ada ilmu lain yang juga dijadikan sebagai elemen dasar ilmu hadits pada waktu itu? Mohon jelaskan
Terimakasih
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusArrum Wijaya (2219007)
HapusTerima kasih atas pertanyaannya, bismillah saya jawab.
Tentunya banyak elemen dasar bagi ilmu hadits secara umum kan kita tahu dalam sebuah hadist ada 3 pokok bagian penting yaitu sanad, matan, dan perawi. Pembahasan kali ini merupakan bagian atau cabang dari 3 hal yang mendasar suatu hadits, ilmu jarh at-ta'dil adalah bagian dari cabang pembahasan ilmu musthalatul hadits atau banyak dikenal ilmu hadits diroyah, seperti yang ada dalam makalah yang kami buat di situ ada beberapa pokok bahasan ilmu diroyah, diantaranya ilmu jarh at-ta'dil yang membahas cara mengetahui kecacatan perawi, ilmu rijalul hadits ilmu yang membahas tentang sejarah kehidupan perawi sehingga dapat untuk menentukan keadilannya, ilmu thabaqat yang membahas jaminan keshahihan suatu hadits, ashabul wurid yang membahas sebab hadits itu dituturkan oleh Rasulullah Saw., dan masih banyak ilmu yang lain, yang kami jelaskan khususnya dalam lingkup hadits diroyah ya... jadi, untuk elemen dasar hadits yang bagian riwayat nanti bisa ditanyakan kepada kelompok yang bersangkutan.
Bagaimana mba Himma? Bisa dipahami atau perlu penjelasan tambahan?
Mohon maaf. Saya kurang faham. Mohon sebutkan ilmu yang menjadi elemen dasar hadist pada saat itu saja? Ilmunya apa saja?
HapusMohon maaf. Saya kurang faham. Mohon sebutkan ilmu yang menjadi elemen dasar hadist pada saat itu saja? Ilmunya apa saja?
HapusTerima kasih atas pertanyaannya, bismillah saya jawab.
HapusBisa difokuskan pada perincian yang sudah saya beri nomor ya...
Tentunya banyak elemen dasar bagi ilmu hadits secara umum kan kita tahu dalam sebuah hadist ada 3 pokok bagian penting yaitu:
1. sanad,
2. matan, dan
3 perawi.
Pembahasan kali ini merupakan bagian atau cabang dari 3 hal yang mendasar suatu hadits, ilmu jarh at-ta'dil adalah bagian dari cabang pembahasan ilmu musthalatul hadits atau banyak dikenal ilmu hadits diroyah, seperti yang ada dalam makalah yang kami buat di situ ada beberapa pokok bahasan ilmu diroyah, diantaranya:
1. ilmu jarh at-ta'dil yang membahas cara mengetahui kecacatan perawi,
2. ilmu rijalul hadits ilmu yang membahas tentang sejarah kehidupan perawi sehingga dapat untuk menentukan keadilannya,
3. ilmu thabaqat yang membahas jaminan keshahihan suatu hadits,
4. ashabul wurud yang membahas sebab hadits itu dituturkan oleh Rasulullah Saw., dan masih banyak ilmu yang lain, yang kami jelaskan khususnya dalam lingkup hadits diroyah ya... jadi, untuk elemen dasar hadits yang bagian riwayat nanti bisa ditanyakan kepada kelompok yang bersangkutan.
Bagaimana mba Himma? Bisa dipahami atau perlu penjelasan tambahan?
Jawaban dapat dipahami, terima kasih atas penjelasannya
HapusNama : Muhammad Jawad Alhabsyi
BalasHapusNim : 2219037
Saya ingin bertanya mengapa para ulama mulai mempertanyakan sanad hadits setelah peperangan antara Sayyidina Ali bin Abi Thalib denga muawiyah bin abi sufyan ? Pemalsuan sebesar apakah yang dilakukan pada zaman itu ? Mohon penjelasannya, terimakasih
Nama : salsabila
HapusNIM : 2219013
Bismillah, izin menjawab..
Jadi begini mas. Musibah besar menimpa umat Islam pada masa awal Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Musibah itu berupa permusuhan diantara sebagian umat Islam yang memakan banyak korban jiwa dan harta yang tidak sedikit. Pihak-pihak yang bermusuhan itu semula hanya memperebutkan kedudukan kekhalifahan kemudian bergeser kepada bidang Syari’at dan Aqidah dengan membuat hadist maudlu’ (palsu) yang bertujuan untuk mengesahkan keinginan/ perjuangan mereka yang saling bermusuhan itu.
Nha kemudian Keadaan menjadi semakin memprihatinkan dengan terbunuhnya Khalifah Husain bin Ali bin Abi Thalib di Karbala (tahun 61 H / 681 M). Para sahabat kecil yang masih hidup dan para tabi’in yang melihat kondisi seperti itu, kemudian mengambil sikap dengan tidak menerima lagi hadist baru, yaitu yang sebelumnya tidak mereka miliki. Kalaupun ada yang menerima, para sahabat kecil dan tabi’in ini sangat berhati-hati. Hadits kemudian diteliti dengan secermat-cermatnya mengenai siapa yang menjadi sumber dan siapa yang membawakannya.
Apakah bisa dipahami?
Nama : Matsna Khumaero'
BalasHapusNim : 2219034
saya mau bertanya, coba berikan contoh pemalsuan hadis?
Nama : Salsabila
HapusNIM : 2219013
Izin menjawab pertanyaan mb matsna..
Hadits maudhu' atau hadits palsu yaitu hadits yang dibuat oleh seorang pendusta, yang dinisbatkan kepada rosulullah secara palsu dan dusta baik itu di sengaja ataupun tidak.
Contohnya yaitu:
ولد الزنا لايدخل الجنة إلى سبعة أبناء.
"Anak zina itu tidak bisa masuk surga sampai tujuh turunkan".
Maka hadits tersebut bertentangan dengan al-Qur'an Surat al-an'am ayat 164 :
ولاتزرو وزارة وزر أخرى
"Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul began orang lain"
Dari paparan hadits palsu dengan ayat al-Qur'an tersebut Jelas sangat bertentangan, sedangkan tidak mungkin Rosulullah bertentangan pendapat dengan al-Qur'an.
Apakah bisa dipahami mb?
Nur Alfi Risqiana
BalasHapus2219012
Dalam pernyataan di atas disebutkan bahwa dalam memelihara kemurnian hadits ulama hadist melakukan penelitian terhadap para perawi hadist. Bagaimana proses penelitian tersebut dan apa saja yang diteliti, sementara para perawi telah tiada?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusArrum Wijaya (2219007)
HapusTerima kasih atas pertanyaannya, bismillah...akan saya jawab.
Proses penelitiannya dengan cara dita'dil dan dijarh (bisa dibaca pengertiannya pada makalah dan jawaban dari pertanyaan mba Himma) dalam makalah sudah disebutkan syarat bagi orang yang menta'dil dan men-jarh, berilmu pengetahuan, takwa, wara', jujur, menjauhi fanatik golongan, mengetahui sebab-sebab menta'dil dan untuk mentakhrijkan. Jadi diketahui itulah beberapa hal yang diteliti kebenarannya, jika perawi yang telah tiada, maka kita gunakan ilmu rijalul hadits, disitu diketahui dengan jelas sejarah para perawi, jadi baik perawi tersebut masih ada atau pun tidak ada, maka dapat dicari tahu selama haditsnya itu ada. Intinya kalau ada hadits berarti hal-hal yang menyangkut dengan permasalahannya dapat dicari tahu sejarahnya baik dari bukti tekstual (sejarah yang tertulis) maupun non teksual (sejarah yang diketahui dari penuturan orang yang dipercaya dan sudah teruji kebaikannya).
Bagaimana mba Alfi? Dapat dipahami, atau perlu penjelasan tambahan?
Nama : Nurani Sukma Nissaussolikha
BalasHapusNim : 2219005
Saya mau bertanya mengenai syarat-syarat mu'addil dan fajrih kan salah satunya ada "Mengetahui sebab-sebab untuk menta’dilkan dan untuk mentakhrijkan"
Yang ingin saya tanyakan, apa saja sebab-sebab tersebut?
Terima kasih.
Nama: renaldi pratama putra
BalasHapusNim : 2219016
Saya mau tanya tentang fitnah yang terjadi ketika shohabat ali itu yang di maksud fitnah apa ya?
Apakah akibat hadits?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusBismillah...izin menjawab.
HapusYang dimaksud fitnah dalam hal tersebut adalah fitnah yang melatarbelakangi perang antara sahabat Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan,sehingga menyebabkan timbulnya keraguan pada perawi hadits setelah terjadinya perang tersebut, untuk pertanyaan yang kedua mohon maaf bisa diperjelas lagi, yang dimaksud itu akibat fitnah tersebut terhadap hadits atau fitnah tersebut karena hadits? Pertanyaannya ambigu...mohon diperjelas...
Terima kasih, bagaimana saudara Renaldi? Bisa dipahami...?
Nama : Rizka Ardia Muqtashida
BalasHapusNim : 2219038
Saya ingin bertanya. Apakah hadis yang sekarang ini kita pelajari masih terjamin keasliannya, dan jika masih terjamin keasliannya mohon jelaskan. Karena di makalah ini tertulis dari penulisan kembali hadis sampe pembukuan itu melalui sahabat2 nabi yang berbeda-beda dan memerlukan waktu yang bertahun-tahun. Terimakasih
Nama : Salsabila
HapusNIM : 2219013
Izin menjawab..
Keaslian hadits yang ada dizaman sekarang itu tidak semuanya asli atau shohih. Seperti yang saya jelaskan tadi pada pertanyaan mas jawwad al-habsy bahwa dulu juga pernah marakpemalsuan hadits.
Kalo kita ingin mengetahui sohih atau tidaknya hadits tersebut, asli atau tidak, kita bisa meneliti hadits-hadits tersebut dengan cara mentakhrijnya atau dengan kata lain diteliti sanad dan matannya apakah hadits itu sohih atau tidak, ataupun asli atau tidak.
Begitu jawaban dari saya, apakah bisa dipahami?
Nama: Durotul Khikmah
BalasHapusNim : 2219127
saya izin bertanya, dengan adanya mempraktikkan ilmu al-jaroh wa al-ta'dil dalam menangani pemalsuan hadits pada saat itu, apakah ada pertentangan ulama' antara ilmu jarh dan ta'dil?dalam menilai suatu hadist tersebut..
Nama : Ukmila Vina Suada
HapusNim : 2219030
Saya akan menjawab pertanyaan dari Durotul Khikmah, apakah ada pertentangan ulama antara ilmu jarh dan ta'dil?
Jawabannya adalah ya ada, sebagian ulama ada yang men-ta'dil-kan dan ada juga yang men-tajrih-kan. Bahkan para ulama tersebut terbagi ke dalam beberapa pendapat:
1. Al-jarh harus didahulukan secara mutlak, walaupun jumlah mu'adilnya lebih banyak daripada jarh-nya.
2. Ta'dil didahulukan daripada jarh, bila yang men-ta'dil-kan lebih banyak Krn banyak yg menta'dil bisa mengukuhkan keadaan rawi-rawi yg bersangkutan.
3. Bila jarh dan ta'dil bertentangan,maka salah satunya tdk bisa didahulukan kecuali dgn adanya perkara yg mengukuhkan slh satunya
4. Tetap dalam ta'arudh bila tidak ditemukan yang men-tajrih-kan.
terima kasih atas jawabannya mb ukmila,
Hapusjadi pada intinya dalam menilai suatu hadis pasti setiap para ahli mempunyai perpedaan pendapat dalam menilai hadis tersebut. dan semisal tadi terjadi pertentangan antara jarh dan ta'dil, maka diselesaikan melalui bbrp pendapat ulama' yg telah disebutkan diatas , seperti itu ya..
Fina Rohmatul Maula
BalasHapus2219029
Saya mau bertanya tolong jelaskan ilmu diroyah sebagai "neraca" yang harus dipergunkan untuk menghadapi riwayat. Terimakasih
Bismillah akan saya jawab...
HapusMaksud dari neraca (timbangan) yaitu ilmu diroyah sebagai salah satu cabang hadits berfungsi sebagai alat untuk menimbang perawi hadits, perawinya memenuhi syarat atau tidak, sebab hadits itu dikeluarkan jelas atau tidaknya, hal-hal dan aspek (sanad, matan, dan perawi? yang berkaitan bermasalah atau tidaknya dibahas pada ilmu dirinya ini
Nama: Venna Ziska Ulfasikha
BalasHapusNIM : 2219009
Saya ingin bertanya tentang urgensi asbabul wurud, nah di situh kan di jelaskan hadits yang disampaikan nabi bersifat kasuistik,kultural dan temporal, nah yang saya tanyakan hadits yang bersifat kasuistik,kultural dan temporal itu yang bagaimana?
Tolong dijelaskan...
Terimakasih
Nama :Rizka Nikmah A'ini
BalasHapusNim :2219031
Saya ingin bertanya,berikan contoh dari asbabul wurud
Terima kasih.
Nama : Eviana Nurul Inayah
HapusNim : 2219021
Saya akan menjawab pertanyaan dari saudari Rizka..
Menurut imam as-suyuthi, ashabul wurud itu dikategorikan menjadi 3 macam :
1. Sebab yang berupa ayat Al-Qur'an, contoh : Q.S al-an'am:82
2. Sebab yang berupa hadits, contoh : HR.Hakim yang berbunyi "sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat dibumi, yang dapat berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang"
3. Sebab yang berupa perkaitan yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat, contoh : persoalan yang berkaitan dengan sahabat syuraid bin suwaid ats-tsaqafi
Nama : Ikrimatunnisa
BalasHapusNIM : 2219027
Jelaskan perbedaan antara hadis diroyah dengan hadis-hadis yang lain, sertakan pula contoh nya?
Terimakasih..
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusNama : salsabila
HapusNIM : 2219013
Bismillah. .
Izin menjawab pertanyaan mb ikrima..
Diroyah itu suatu ilmu hadits yang mempelajari tentang keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan hadits serta sifat-sifat para perowi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa diroyah itu ilmu hadits bukannya jenis hadits.
Bagaimana mb ikrima apakah bisa di pahami?
Nama: Osavianti Rahmadya
BalasHapusNim: 2219002
Saya ingin bertanya.. Jika seorang menta'dilkan (muaddil) tidak memenuhi syarat sebagai muaddil hadis tersebut itu bagaimana?
Tolong jelaskan..
Terimakasih
Arrum Wijaya (2219007)
HapusBismillah...akan saya jawab pertanyaan.
Ada ketentuan, jika seorang perawi tersebut di-jarh, oleh imam yang lain secara minimal (umum) tanpa dijelaskan sebab-sebabnya kenapa dia men-jarh perawi tersebut, maka jarh(penyangkalan kecacatan hadits tersebut) tidak dapat diterima (ditolak).
=>Jika seorang muaddil tidak memenuhi syarat maka keadilannya tidak dapat diterima (ditolak)
Bagaimana mba Osavianti? Bisa dipahami atau perlu tambahan jawaban?
Nama: Ilma Nafia
BalasHapusNIM: 2219014
Pada sasaran dan objek pokok Ilmu Rijalul Hadits itu ada 2, salah satunya Ilmu Jahri wat Ta'dil yaitu ilmu yang menerangkan adil tidaknya perawi hadits. Saya mau tanya bagaimana ilmu tersebut bisa menerangkan perawi hadits itu adil atau tidaknya? Mohon penjelasannya. Terimakasih
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapus1.Arrum Wijaya (2219007)
HapusTerima kasih atas pertanyaannya, bismillah saya jawab.
sebelumya perlu digaris bawahi bahwa adil disini dalam hal penta'dilannya ya, jadi sebelum seorang perawi itu dinilai haditsnya kuat atau tidak adil atau tidak itu diterangkan dalam ilmu ini bahwa sebelum dinyatakan haditsnya dapat diterima, perawi itu melewati sebuah pemeriksaan atau dita'dil oleh seorang ahli hadits atau lebih. Disitulah terbuka jika ada masalah (kekurangan) yang ada pada perawi Tersebut maka langsung diadili haditsnya tidak adil. Akan tetapi tidak semena-mena hadits itu dihukumi tidak adil. Ada ketentuan, jika seorang perawi tersebut di-jarh, oleh imam yang lain secara minimal (umum) tanpa dijelaskan sebab-sebabnya kenapa dia men-jarh perawi tersebut, maka jarh(penyangkalan kecacatan hadits tersebut) tidak dapat diterima (ditolak)
Bagaimana mba ilma? Sudah bisa dipahami atau perlu penjelasan lagi?
Kalau ada yang mau nambahin langsung sambung balasanya aja ya...terima kasih
Iya sudah bisa saya pahami. Terimakasih atas jawabannya.
HapusNama : Abdur Rahmat
BalasHapusNim : 2219026
saya mau bertanya terkait pembahasan terhadap sanad hadits serta penelitian terhadap keadaan setiap para perawi hadits. Kenapa para ulama dahulu baru mempertanyakan tentang hal tersebut setelah adanya pihak pihak yang tidak bertanggung jawab yang memalsukan hadits? Apa latar belakang pihak tersebut memalsukan hadits?
Nama : salsabila
HapusNIM : 2219013
Izin menjawab..
Latar belakang kenapa terjadi pemalsuan hadits yaitu terjadi pada masa awal Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Terjadi musibah yang berupa permusuhan diantara sebagian umat Islam yang memakan banyak korban jiwa dan harta yang tidak sedikit. Pihak-pihak yang bermusuhan itu semula hanya memperebutkan kedudukan kekhalifahan kemudian bergeser kepada bidang Syari’at dan Aqidah dengan membuat hadist maudlu’ (palsu) yang bertujuan untuk mengesahkan keinginan/ perjuangan mereka yang saling bermusuhan itu.
Nha kemudian Keadaan menjadi semakin memprihatinkan dengan terbunuhnya Khalifah Husain bin Ali bin Abi Thalib di Karbala (tahun 61 H / 681 M). Para sahabat kecil yang masih hidup dan para tabi’in yang melihat kondisi seperti itu, kemudian mengambil sikap dengan tidak menerima lagi hadist baru, yaitu yang sebelumnya tidak mereka miliki. Hadits kemudian diteliti dengan secermat-cermatnya mengenai siapa yang menjadi sumber dan siapa yang membawakannya.
Apakah bisa dipahami?
Nama: Muflichun
BalasHapusNim : 2219017
Saya ingin bertanya. dalam alenia pertama kan di jelaskan "Setelah munculnya kegiatan pemalsuan hadits dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,". Siapakah pihak-pihak yang dimaksud? dan apa yang di lakukan mereka?
Nama : Akhmad Bayu aji
BalasHapusNim : 2219033
Saya mau bertanya disitu kan dijelaskan bahwa dalam rangka memelihara kemurnian hadits para ulama hadits melakukan beberapa upaya seperti pembahasan terhadap sanad hadits serta penelitian terhadap keadaan setiap para perawi hadits
Naah yang mau saya tanyakan adakah upaya2 yang lain yang dilakukan oleh para ulama hadits selain upaya yang telah dijelaskan tadi???
Dan yang dimaksud keadaan setiap para perawi itu keadaan yang seperti apa? Apa dalam keadaan fisik atau yang lainnya??..
Izin menjawab tentang upaya lain selain dua tersebut, yaitu melakukan perjalanan dalam mencari sumber hadis sehingga bisa mendengar langsung dari perawinya, dan melakukan perbandingan antara riwayat seorang perawi lain yang lebih tsiqat dan terpercaya.
Hapus(sumber: buku Kaidah-kaidah ilmu Hadits Praktis - Juhana Nasrudin & Dewi Royani)
Untuk keadaan para perawi yang dimaksud, saya juga kurang paham
Dika Apriyanto
BalasHapus2219018
Saya inging bertanya, apakah dizaman sekarang ini masih ada ulama' ahli hadits yang meneliti sanad dan rawi hadits? atau mereka hanya menerima hasil penelitian hadits dari ulama terdahulu yang kemudian dikaji lagi?
Nama : Salsabila
HapusNIM : 2219013
Izin menjawab..
Sampai sekarang banyak hadits yang diteliti untuk membuktikan kesohihan sanadnya dengan menggunakan ilmu hadits diroyat.
Apakah bisa dipahami?
Arrum Wijaya 2219007
HapusIzin menambahkan jawaban...
Masih, dapat kita pikir logis saja, berapa banyak universitas Islam yang ada jurusan Ilmu hadits, itu baru di Indonesia belum yang di luar negeri, output dari mereka kan salah satunya menjadi ulama hadits meskipun tidak semuanya, belum lagi alumnus pondok pesantren ternama yang output dari santrinya bisa berpotensi besar menjadi seorang ulama, terkhusus hadits.Pengkajiannya bukan berarti hanya menerima akan tetapi menindaklanjuti sebuah penelitian terhadap suatu hadits, apalagi di zaman sekarang yang semakin banyak tantangan yang mengharuskan pengkajian suatu hadits agar tidak mudah tersebar adanya suatu hadits tanpa diketahui kejelasan hadits tersebut, apakah shohib, dho'if? Juga penyebab dari keshahihannya dan penyebab kedho'ifannnya.
Bagaimana, bisa dipahami?
Nama : Noor Ainis
BalasHapusNim : 2219004
Saya ingin bertanya
Siapa nama asli Imam Bukhari Perawi dan penulis kitab hadits?
Izin menjawab, nama asli imam bukti yaitu Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari. lahir di Bukhara, 13 Syawal 194 H (21 Juli 810) - wafat di Khartank, 1 Syawal 256 H (1 September 870), atau lebih dikenal Imam Bukhari, adalah ahli hadis yang termasyhur di antara para ahli hadis sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah bahkan dalam buku-buku fiqih dan hadis, hadis-hadisnya memiliki derajat yang tinggi
HapusNama: Nailil Khadiqoh
BalasHapusNim: 2219008
Saya mau bertanya, mengapa hadits yang ditulis pada masa Nabi sangat minim, padahal yang menerima hadis sangat banyak ?
(Pada makalah bagian latar belakang munculnya ilmu rijal al hadits poin 1)
Ukmila Vina Suada (2219030)
HapusSaya akan menjawab pertanyaan dari Nailil Khadiqoh, karena khawatir dengan banyaknya riwayat akan tergelincir pada kesalahan dan kelalaian dan juga khawatir dengan memperbanyak periwayatan akan menyibukkan umat Islam terhadap as-Sunnah dan mengabaikan Al-Qur'an.
Apakah bisa dipahami?
Assalamu'alaikum wr.wb
BalasHapusNama: Meilda Friandari
Nim: 2219036
Izin bertanya, dimakalah disebutkan cabang-cabang Rijal al-hadits. Yang saya tanyakan contoh dari keempat cabang tersebut. Ilmu Tabaqat ar-Ruwah,Ilmu al-Mu'talif wa al-Mukhtalif,Ilmu al-Muttafiq wa al-Muftariq, dan Ilmu al-Mubhamat.
Terimakasih,
Wassalamu'alaikum wr.wb
Nama : Ukmila Vina Suada
HapusNim : 2219030
•Ilmu tabaqat Ar ruwah merupakan ilmu yang mengelompokkan para periwayat ke dalam suatu angkatan/generasi tertentu. Contoh : Sahabat Nabi, Tabi'in senior, tabi'in pertengahan dll.
•Ilmu al-mu'talif wa al-mukhtalif merupakan ilmu yg membahas ttg penyerupaan bentuk tulisan namun bunyi bacaannya berlainan. Contoh : Salam dengan Sallam, yg pertama huruf lamanya ringan sedangkan yang kedua huruf lamnya bertasydid.
•Ilmu al-muttafiq wa al-muftariq merupakan ilmu yg membahas ttg perserikatan bentuk tulisan dan bunyi bacaan namun berlainan personalianya(orangnya). Contoh: Kholid bin Ahmad, ada 6 orang yang bernama sama namun berbeda orang
•Ilmu al-Mubhamat merupakan ilmu yg membahas nama² periwayat yg tidak disebut dgn jelas. Contoh : Laki-laki atau perempuan: seperti hadits Ibnu ‘Abbas bahwa seorang lelaki bertanya: “Wahai Rasulallah, apakah haji itu ditunaikan tiap tahun?”
Terimakasih atas jawabannya. Cabang-cabang Rijal al-hadits atau ilmu-ilmu tersebut apakah masih digunakan pada zaman sekarang ini?
HapusNama : Risna Ayu Wardani
BalasHapusNIM : 2219023
Izin bertanya, dalam makalah tersebut kan ada pembahasan hadits dan thabaqah. Lalu apa pengaruh thabaqat dalam hadist?
Arrum Wijaya 2219007
HapusBismillah...Izin menjawab.
Jadi seperti yang sudah diketahui bahwa thabaqat itu sendiri merupakan tingkatan jumlah perawi dalam meriwayatkan suatu hadits, Menurut Abu Gayyib adalah
sekurang-kurangnya ada 4 orang pada tiap tabaqah (tingkatan) rawinya. Imam
Syafi’i mengemukakan paling sedikit (minimal) 5 orang pada tiap thabaqah. Ada
juga ulama lain yang menentukan paling sedikit 20 orang pada tiap habaqah. Ada
juga pendapat yang keras dari sebagian ulama’ bahwa mereka menentukan hadis
mutawatir harus memenuhi syarat 40 rawi pada tiap-tiap habaqah (tingkatan), jadi thabaqat berpengaruh pada penggolongan hadits, jika jumlah perawi sempurna masuk ke hadits mutawatir, jika hanya diriwayatkan oleh jumlah perawi yang kurang mencapai thabaqat maka dihukumi hadits Ahad, dan jika hanya diriwayatkan. Oleh seorang perawi saja maka masuk ke hadits Gharib.
Bagaimana mba Risna...dapat dipahami?
Nama:Mahdi al habsyi
BalasHapusNim : 2219040
Saya mau tanya mengenai sanad hadis kenapa hanya setelah peperangan ali bin abi thalib dengan muawiyah baru muncul ulama yang mempertanyakan sanad sanad hadist?Tolong jelaskan ,...
Nama : salsabila
HapusNIM : 2219013
Izin menjawab..
Begini mas, karena pada zaman itu terdapat banyak pemalsuan hadits yang dinisbatkan kepada Rosulullah SAW baik itu disengaja maupun tidak di sengaja guna memperkuat argument mereka.
Apakah bisa dipahami mas?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNama : Muhammad idzhar farhan
BalasHapusNim : 2219024
Izin bertanya, Apakah ilmu al-jaroh wa al-ta’dil masih berkembang pada masa sekarang, atau hanya berkembang pada kala itu?
Nama : Zulfatun Ni'mah
BalasHapusNim : 2219015
Izin bertanya,didalam makalah kan telah dijelaskan yang pada sejarah perkembangan hadits diroyah itu pada abad ketiga Hijriyah bersifat parsial dan pada abad empat & lima bersifat komprehensif.Nah pertanyaan saya, Jelaskan masing² tersebut menurut penjelasan anda sendiri.Trimakasih.
Nama :Karyati
BalasHapusNim :2219022
Assalamualaikum wr.wb
Izin bertanya ,Bahasa rasulkah sudah fasih mengapa masih ada ilmu gharibil hadist ?gharibil hadist ters masuk diroyah atau riwayah ?
Nama: naizila khilyatul aulia
BalasHapusNimbus: 2219126
Assalamualaikum wr.wb.
Izin bertanya, Dari makalah diatas disebutkan bahwa salah satu penyebab lahirnya cabang ilmu diroyah adalah adanya peristiwa sejarah yang tercatat dalam literatur keagamaan. yang saya tanyakan itu peristiwa sejarah apa ya?..
terimakasih.
Nama : Muhamad Hadiq
BalasHapusNIM : 2219020
Izin bertanya, apakah ada ilmu selain ilmu al-jaroh wa al-ta’dil untuk penelitian hadits ?
Nama : Salsabila
HapusNIM : 2219013
Izin menjawab..
Ada mas spt ilmu final al-hadits, ilmu ghorib al-hadits, ilmu naskh wal mansukh, ilmu talfiq al-hadits, ilmu ilal hadits, ilmu asbab wurud al-hadits.
Apakah bisa dipahami mas?
Nama: Nabila Farah Hanan
BalasHapusNIM : 2219035
Pada pernyataan pemakalah tertulis mengenai beberapa aktivitas tertentu dilakukan oleh para ulama hadits dalam rangka memelihara kemurnian hadits, yaitu seperti melakukan pembahasan terhadap sanad hadits serta penelitian terhadap keadaan setiap para perawi hadits, hal yang sebelumnya tidak pernah mereka lakukan.
izin menambahkan aktivitas lain yang dilakukan para ulama, yaitu melakukan perjalanan dalam mencari sumber hadis sehingga bisa mendengar langsung dari perawinya, dan melakukan perbandingan antara riwayat seorang perawi lain yang lebih tsiqat dan terpercaya.
(sumber: buku Kaidah-kaidah ilmu Hadits Praktis - Juhana Nasrudin & Dewi Royani)
Nama : Muhammad Muslih
BalasHapusNim : 2219028
Pertanyaan :
Jelaskan apa saja elemen- elemen hadis ?
Baik, dapat dipahami penjelasannya. Terima kasih atas penjelasannya
BalasHapusNama : Marzuqoh
BalasHapusNim : 2219103
Saya izin bertanya.
Apa manfaat dari mempelajari hadits dirayah tersebut sehingga kita dapat memahaminya?
Nama : Ukmila Vina Suada (2219030)
HapusManfaat dari mempelajari hadits dirayah:
1. Dengan mengkaji ilmu hadis, kita dapat menyeleksi hadis-hadis secara akademis untuk dijadikan sebagai pedoman hidup.
2. Dengan mempelajari ilmu hadis kita dapat mengetahui hadis-hadis yang sahih, da’if, hasan, mauquf, marfu’, maqbul (dapat diterima), mardud (ditolak), ma’mul bih (dapat diamalkan) dan gairu ma’mul bih (tidak dapat diamalkan).
Nama:Niesaul Muthoharoh
BalasHapusNim:2219041
Izin bertanya, didalam penjelasan makalah tertera tentang urgensi asbabul wurud, didalamnya dijelaskan tentang mentafshil(memperinci)hadits yang masih global. Dengan cara apa mentafshilnya, dan tolong dijelaskan.
Ukmila Vina Suada (2219030)
BalasHapusSaya akan menjawab pertanyaan dari Anneu
contoh mengenai fungsi asbabul wurud Hadis, yaitu untuk menentukan adanya takhsis terhadap suatu Hadis yang ‘am, misalnya Hadis yang berbunyi:
“Salat orang yang sambil duduk pahalanya setengah dari orang yang salat sambil berdiri.” (H.R. Ahmad)
Pengertian “salat” dalam Hadis tersebut masih bersifat umum. Artinya dapat berarti salat fardu dan sunnah. Jika ditelusuri melalui asbabul wurudnya, maka akan dapat dipahami bahwa yang dimaksud “salat” dalam Hadis itu adalah salat sunnah, bukan salat fardu. Inilah yang dimaksud dengan takhsis, yaitu menentukan kekhususan suatu Hadis yang bersifat umum, dengan memperhatikan konteks asbabul wurud.
Asbabul wurud Hadis tersebut adalah bahwa ketika itu di Madinah dan penduduknya sedang terjangkit suatu wabah penyakit, maka kebanyakan para sahabat lalu melakukan salat sunnah sambil duduk. Pada waktu itu, Nabi kebetulan datang dan tahu bahwa mereka suka melakukan salat sunnah tersebut sambil duduk. Maka Nabi kemudian bersabda :” salat orang yang sambil duduk pahalanya separuh dari orang yang salat dengan berdiri”. Mendengar pernyataan Nabi tersebut, akhirnya para sahabat yang tidak sakit memilih salat sunnah sambil berdiri.
Dari penjelasan asbabul wurud tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan “salat” dalam Hadis itu adalah salat sunnah. Pengertiannya adalah bahwa bagi orang yang sesungguhnya mampu melakukan salat sunnah sambil duduk, maka ia akan mendapat pahala separoh dari orang salat sunnah dengan berdiri.
Dengan demikian, apabila seseorang memang tidak mampu melakukan salat sambil berdiri -mungkin karena sakit-, baik salat fardu atau salat sunnah, lalu ia memilih salat dengan duduk, maka ia tidak termasuk orang yang disebut-sebut dalam Hadis tersebut, maka pahala orang itu tetap penuh bukan separoh, sebab ia termasuk golongan orang yang memang boleh melakukan rukhsah atau keringanan shari’at.
Adapun contoh mengenai asbabul wurud yang berfungsi untuk membatasi pengertian yang mutlaq adalah Hadis yang berbunyi:
BalasHapus“Barang siapa melakukan suatu sunnah hasanah (tradisi atau perilaku yang baik), lalu sunnah itu diamalkan orang-orang sesudahnya, maka ia akan mendapatkan pahalanya seperti pahala yang mereka lakukan, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Demikian pula sebaliknya, barang siapa yang melakukan suatu sunnah sayyi’ah (tradisi atau perilaku yang buruk) lalu diikuti orang-orang sesudahnya, maka ia akan ikut mendapatkan dosa mereka, tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa yang mereka peroleh.” (H.R. Muslim).
Kata “sunnah” masih bersifat mutlaq, artinya belum dijelaskan oleh pengertian tertentu. Ia dapat berarti sunnah hasanah (perilaku yang baik) dan sunnah sayyi’ah (perilaku yang jelek). Sunnah merupakan kata yang mutlaq baik yang mempunyai dasar pijakan agama atau tidak.
Asbabul wurud dari Hadis tersebut adalah ketika itu Nabi SAW sedang bersama-sama sahabat. Tiba tiba datanglah sekelompok orang yang kelihatan sangat susah dan kumuh. Ternyata mereka adalah orang-orang miskin. Melihat fenomena itu, Nabi SAW wajahnya menjadi merah, karena merasa empati, iba dan kasihan. Beliau lalu memerintahkan kepada sahabat yang bernama bilal agar mengumandangkan adzan dan iqamah untuk melakukan salat jama’ah. Setelah selesai jama’ah salat, Nabi SAW kenudian berpidato, yang inti pidatonya adalah menganjurkan agar bertaqwa kepada Allah SWT dan mau menginfaqkan sebagian hartanya untuk sekelompok orang-orang miskin tersebut. Mendengar anjuran itu, maka salah seorang dari sahabat Ansar lalu keluar membawa satu kantong bahan makanan dan diberikan kepada mereka. Ternyata yang dilakukan oleh Ansar itu kemudian diikuti oleh para sahabat yang lain. Maka kemudian Nabi bersabda :
من سن سنة Øسنة الØديث ......
Dari asbabul wurud tersebut, as-Suyuthi menyimpulkan bahwa yang dimaksud sunnah dalam Hadis tersebut adalah sunnah yang baik. Adapun cara mengetahui asbabul wurudnya sebuah Hadis adalah dengan melihat aspek riwayat atau sejarah yang berkaitan dengan peristiwa wurudnya Hadis, sebab-sebab wurudnya Hadis, ada yang sudah tercantum pada matan Hadis itu sendiri, ada yang tercantum pada matan Hadis lain. Dalam hal tidak tercantum, maka ditelusuri melalui riwayat atau sejarah atas dasar pemberitaan para sahabat.
Nama: Farah Aeni
BalasHapusNim: 2219011
Assalamu'alaikum
Mau menanggapi dari pernyataan dari pembahasan bapak dosen yang di atas.
Kalaulah ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil ini tidak dipelajari dengan seksama, paling tidak, akan muncul penilaian bahwa seluruh orang yang meriwayatkan hadits dinilai sama. Padahal, perjalanan hadits semenjak Rasulullah SAW sampai dibukukan mengalami perjalanan yang begitu panjang dan diwarnai oleh situasi dan kondisi yang tidak menentu. Setelah wafatnya Rasulullah SAW kemurnian sebuah hadits perlu mendapat penelitian secara bersama-sama karena banyak perbedaan dalam bidang politik, ekonomi dan masalah-masalah yang lainnya banyak mereka kaitkan dengan hadits. Akibatnya, mereka meriwayatkan suatu hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, padahal riwayatnya adalah riwayat yang tidak asli, yang mereka buat untuk kepentingan golongannya. Jika kita tidak mengetahui benar atau salahnya sebuah riwayat, kita akan mencampuradukkan antara hadits yang benar-benar dari Rasulullah SAW dan hadits yang palsu (maudhu’).
Dengan mengetahui ilmu al-jarh wa al-ta’dil, kita juga akan bisa menyeleksi mana hadits shahih, hasan, ataupun hadits dha’if, terutama dari segi kualitas rawi, bukan dari matannya.
Nama Ifaul Karomah
BalasHapusNIM 2219039
Saya ingin bertanya dalam makalah halaman 5, Al-’Adlu menurut istilah yaitu orang yang tidak nampak padanya apa yang dapat merusak agamanya dan perangainya, maka oleh sebab itu diterima beritanya dan kesaksiannya apabila memenuhi syarat-syarat menyampaikan hadis.Nah yang dimaksud orang yang tidak nampak padanya apa yang dapat merusak agamanya dan perangainya itu bagaimana mohon dijelaskan.