A. Pengantar
Bagaimana
sebenarnya Islam memandang orang yang mempunyai sikap menunda-nunda membayar
hutang. Dalam kajian yang singkat ini, penulis akan melihat permasalahan ini
dengan perspektif hadis Nabi dalam shahih Bukhari, Bab Bab al-hawalah
no. 2125
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ
عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتْبَعْ
Abdullah
bin Yusuf menceritakan kepada kami, telah mengabarkan kepada kami Malik, dari
Abi Zinaj dari al-A’raj dari Abu Hurairah R.A, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda
“menunda-nunda hutang bagi orang kaya adalah kedhaliman, apabila hutang itu
dialihkan kepada orang yang mampu, hendaklah (pemberi hutang) mengalihkannya”.
Dalam kajian singkat ini, penulis mencoba untuk mengkaji hadis diatas dalam ranah kritik matan. sebuah studi untuk memastikan otentisitas hadis Nabi perspektif Matan, bukan sanad, bukan juga bagaimana pemahaman ajaran yang terkandung dalam hadis di atas.
B. Pembahasan
Beberapa ulama hadis sudah memberikan
tolak ukur yang dapat digunakan untuk menilai kesahihan suatau matan hadis. Salah satu lama yang mempunyai konsep diterimanya
suatu matan hadis adalah Salahuddin al-Adlabi. Menurut beliau syarat
diterimanya suatu matan hadis, apabila :
a.
Tidak
bertentangan dengan petunuk al-Qur’an
b.
Tidak
bertetangan dengan sirah Nabi atau hadis yang lain
c.
Tidak
bertentangan dengan indera, akal sehat dan fakta sejarah.
d.
Susunan
pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.
Tolak ukur yang pertama adalah tidak bertentangan
dengan petunjuk al-Qur’an. Hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dari Abu
Hurairah yang berisi larangan menunda-nunda membayar hutang bagi orang yang
sudah mampu membayarnya dan diperbolehkannya memindahkan hutang kepada orang
lain, adalah suatu hadis yang secara tidak langsung mengajarkan kepada kita
agar tida berbuat sewenamg-wenang kepada orang lain. Hal ini sesuai dengan
firman Allah dalam surat al-maidah ayat pertama
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَوْفُواْ بِالْعُقُودِ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu
. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu.
(yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang
mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang
dikehendaki-Nya.
Perjanjian disini selain perjanjian antara manusia
dengan Allah, juga perjanjian antara manusia dengan sesama manusia. Dalam
konteks hadist ini, adalah perjanjian untuk melunasi hutang apabila sudah jatuh
tempo. Maka bagi orang yang sudah ada kemampuan untuk membayar hutang,
hendaklah dia segera melunasi hutangnya tersebut. Karena apabila ada orang yang
sudah mampu membayar hutang, akan tetapi dia masih saja menunda untuk membayar,
tentu akan membuat si pemberi hutang sakit hati. Padahal membuat orang lain
susah adalah sesuatu yang sangat dilarang oleh agama. Dalam hal ini Allah dalam
al-Qur’an surat al-A’raf ayat 56 berfirman
وَلاَ
تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,
sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut
(Tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah
amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
Dalam tafsirnya,
imam al-Alusi menafsirkan dalam tafsirnya sebagai berikut
{ وَلاَ تُفْسِدُواْ فِى الارض } نهى عن سائر
أنواع الافساد كإفساد النفوس والأموال والأنساب والعقول
Artinya membuat kerusakan terhadap harta
orang lain adalah sesuatu yang dilarang oleh agama. Perlindungan harta benda
juga menjadi salah satu dari maqashid al-syari’ah. Sehingga dalam konteks
ini menunda membayar hutang bagi orang yang sudah mampu untuk
membayarnya adalah sesuatu yang wajib, dan apabila menundanya dilakukan dengan
sengaja dengan maksud untuk mengulur-ngulur waktu, maka menurut penulis
termasuk perbuatan berdosa
Tolak ukur yang kedua adalah tidak
bertentangan dengan sirah nabawi atau hadis lain. Sejarah pernah
mencatat sebagaimana terdokumentasi dalam sunan Ahmad juz III / 330. bahwa
Rasulullah pernah hendak mensholati suatu jenazah, namun beliau batal untul
mensholati jenazah tersebut, karena si jenazah masih mempunyai hutang terhadap
orang lain, Rasulullah mau mansholati jenazah tersebut setelah bu Qatadah mau
menanggung hutang si mayit. Setiap kali Rasulullah bertemu dengan Abu Qatadah,
Rasulullah pasti bertanya, apakah hutang si mayit telah dilunasi ? sampai pada
suatu kesempatan Abu Qatadah menjawab, bahwa hutang si mayit telah dilunasi.
Mendengar jawaban itu Rasulullah bersabda “sekarang sudah segar kulitnya”.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhori hadist nomer 789 diceritakan Dari
'Aisyah r.a. isteri Nabi saw, bahwa Rasulullah saw. sering berdo'a dalam
shalat, "Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur, aku juga
berlindung kepada-Mu dari kejahatan Dajjal, aku berlindung kepada-Mu dari
fitnah kehidupan dan kematian. Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan
dosa dan lilitan hutang." Ada seorang yang bertanya kepada beliau,
"Mengapa Anda sering kali berlindung kepada Allah dari lilitan
hutang?" Beliau menjawab, "Sesungguhnya apabila seseorang terlilit
hutang, maka bila berbicara ia akan berdusta dan bila berjanji ia akan
pungkiri," [1].
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh imam Muslim
hadis nomer 3497 diceritakan dari Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah
saw. berdiri di hadapan mereka dan berbicara, "Sesungguhnya jihad fi
sabilillah dan iman kepada Allah adalah amal yang paling utama."
Bangkitlah seorang laki-laki dan berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana
menurutmu bila kau gugur fi sabilillah apakah dosa-dosaku akan terhapus?"
Rasulullah saw. menjawab, "Ya, asalkan engkau gugur fi sabilillah
sedang engkau sabar dan mengharap pahala, maju ke medan perang dan tidak
melarikan diri." Kemudian Rasulullah saw. berkata kepadanya, "Apa
yang engkau katakan tadi?" Ia mengulanginya, "Bagaimana menurutmu
bila aku gugur fi sabilillah apakah dosa-dosaku akan terhapus?" Rasulullah
menjawab, "Ya, asalkan engkau gugur fi sabilillah sedang engkau sabar
dan mengharap pahala, maju ke medan perang dan tidak melarikan diri kecuali
hutang. Sesungguhnya begitulah Malaikat Jibril menyampaikannya kepadaku
tadi," [2]. Diriwayatkan
oleh imam Abu Dawud, Rasulullah bersabda “sesungguhny dosa yang berat di
sisi Allah sesudah dosa besar adalah laki-laki yang mati yang masih mempunyai
tanggungan hutang”
Dalam hadis lain yang diiwayatkan oleh Abu
Dawud (3144), an-Nasa’I (4610,4611), Ibnu Majah (2418), Ahmad (17267, 18637,
18644) Rasulullah bersabda
3144 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
مُحَمَّدٍ النُّفَيْلِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ
وَبْرِ بْنِ أَبِي دُلَيْلَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ مَيْمُونٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ
الشَّرِيدِ عَنْ أَبِيهِ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوبَتَهُ
قَالَ ابْنُ الْمُبَارَكِ يُحِلُّ عِرْضُهُ
يُغَلَّظُ لَهُ وَعُقُوبَتَهُ يُحْبَسُ لَهُ
[“menunda bagi orang yang mampu adalah
kezaliman, ia halal kehormatannya dan dihukum”
Dari
hadis di atas penulis menyimpulkan bahwa orang menunda membayar hutang sampai
si penghutang meninggal dunia adalah dosa yang berat tanggungannya di akhirat.
Bahkan karena besarnya dosa penunggak hutang pahala jihad fi sabilillahpun
tidak dapat menutupinya. Ini adalah bagi mereka yang menunggak untuk membayar
hutang bagi orang yang tidak mampu. Sementara bagi orang mampu untuk
membayarnya dan menunda untuk membayarnya merupakan sesuatu tindakan pidana.
Oleh karena itu, orang tersebut bisa diajukan ke pengadilan agar orang tersebut
merasakan akibat perbuatannya tersebut. Hukuman pidana ini adalah hukuman di
dunia. Apabila sampai meninggal dunia dia masih belum melunas hutangnya, maka
azab Allah tentu telah menunggunya.
Tolak ukur yang ketiga adalah tidak
bertentangan dengan akal sehat, panca indera dan fakta sejarah. Hutang Piutang adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak
milik pemberi pinjaman kepada peminjam dengan pengembalian di kemudian hari
sesuai perjanjian dengan jumlah yang sama. Jika peminjam diberi pinjaman Rp.
1.000.000 maka di masa depan si peminjam akan mengembalikan uang sejumlah satu
juta juga. Hutang adalah suatu cara untuk memnuhi kebutuhan hidup. Pada
daasarnya hutang berhukum mubah, namun dalam keadaan tertentu hukumnya bisa berubah
sesuai dengan keadaan yang sedang dihadapi. Meskipun hutang adalah akad yang
diperbolehkan oleh Islam, namun Rasulullah sebagai teladan umat Islam sangat
tidak menganjurkan untuk berhutang. Hal ini beliau buktikan dalam do’a beliau
yang meminta perlindungan kepada Allah agar terhindar dari hutang. Untuk
konteks saat ini mungkin hutang adalah hal yang biasa bagi sebagian golongan
masyarakat, bahkan untuk memenuhi kebutuhan barang sekunder bahkan tersier
mereka melakukannya dengan akad hutang. Apabila akad hutang dilakukan dengan
sebuah lembaga keuangan, maka permasalahan pengembalian hutang bukanlah sesuatu
yang sulit. Artinya apabila pihak yang mengutang tidak tepat waktu dalam
mengembalikan pinjaman, maka lembaga keuangan bisa melakukan sita terhadap aset
orang yang berhutang.
Permasalan hutang menjadi
sangat rumit apabila hanya melibatkan antar personal. karena kalau diantara
kedua pihak itu mempunyai hubungan personal yang baik, maka apabila pihak
penghutang tidak tepat waktu dalam membayar hutang, biasanya sipemberi hutang
akan merasa segan untuk menagih hutang. Hadis di atas bisa meenjadi peringatan
bagi mereka yang melakukan akad hutang dengan prang lain agar tidak
bermain-main dengan hutang dengan jalan menunda-nunda untuk membayar hutangnya
padahal mempnyai kemampuan untuk membayarnya. Hadis riwayat imam Bukhori dari
Abu Hurairah telah memberikan perlindungan terhadap hak-hak orang lain
berkaitan dengan harta benda. Tidak seorangpun di dunia ini yang ingin dianiaya
oleh orang lain, dan hadis di atas telah memberikan jaminan kepada kita bahwa
Islam melindungi kita dari sikap zalim yang mungkin dilakukan oleh orang lain.
Selain itu hadis di atas telah mengajarkan kepada kita tentang prinsip keadilan
dan perlindungan hak asasi manusia.
Hadis riwayat imam Bukhari dari Abu Hurairah inisarat
dengan muatan edukatif dan masih layak untuk terus diamalkan oleh masyarakat
yang hidup pada abad modern. Hal ini karena hampir sebagian besar umat Islam
dalam memnuhi kebutuhan hidupnya dilakukan dengan jalan hutang. Ditambah dengan
semakin mudahnya akses bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan
hutang dari lembaga keuamgan, baik itu Bank, koperasi, bahkan tidak sedikit
toko, swalayan, dealer kendaraan bermotor atau dealer barang elektronik yang
menjual barang-barangnya dengan jalan hutang (kredit). Hadis-hadis yang
tercantum di atas bisa menjadi filter bagi masyarakat agar tidak memnuhi
keinginannya dengan jalan hutang, karena terlalu berat ancamannya apabila tidak
bisa melunasinya,
Tolak ukur yang keempat adalah,
hadis tersebut menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian. Apabila kita perhatikan
hadis riwayat Bukhari dari Abu Hurairah di atas sudah menunjukkan cirri-ciri
sabda kenabian. Hal ini bisa dilihat dari kesederhanaan redaksi matannya, serta
kandungan hadis yang masih sangat bisa diterma oleh akal manusia.
Berdasarkan
kritik matan di atas, penulis menyimpulkan bahwa hadis riwayat Bukhari dari Abu
Hurairah bersifat shahih dan maqbul. Sebab hadis tersebut tidak
bertentangan dengan hadis lain dan dalam kandungan redaksi matannya
tidak terdapat sesuatu hal yang dapat mengurangi keabsahan hadis
tersebut.selain itu, hadis tersebut tidak bertentangan dengan al-Qur’an, akal
sehat