Beberapa amalan Umat Islam di Jawa yang secara nama masih menggunakan bahasa Jawa namun secara subtansi telah berubah diisi dengan amalan Islami, masih saja dianggap sebagai sesuatu yang diharamkan, seperti Nyadran, Megengan, Tingkeban, Selapan atau lainnya. Padahal sebagaimana dikatakan oleh Imam al-Akbar dari al-Azhar, Syaikh Jaad al-Haq menjelaskan:
العبرة فى المحرمات ليست بالأسماء، وإنما بالمسميات (فتاوى الأزهر – ج 7 / ص 210)
“Penilaian sesuatu yang diharamkan tidak terletak pada nama, namun pada subtansi isinya” (Fatawa al-Azhar 7/210)
Dalam Nyadran atau Megengan subtansinya adalah ziarah kubur, mendoakan almarhum, membaca ayat al-Quran, berbagi sedekah atas nama mayit, kesemuanya ini adalah ajaran Islam. Lalu dari segi mana yang haram dan sesat?
Rasulullah Bersedekah Makanan Atas Nama Khadijah
قَالَتْ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا ذَبَحَ الشَّاةَ فَيَقُولُ أَرْسِلُوا بِهَا إِلَى أَصْدِقَاءِ خَدِيجَةَ . قَالَتْ فَأَغْضَبْتُهُ يَوْمًا فَقُلْتُ خَدِيجَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنِّى قَدْ رُزِقْتُ حُبَّهَا (رواه مسلم)
“Aisyah berkata: “Jika Rasulullah menyembelih kambing, maka beliau berkata: “Kirimkan daging-daging ini untuk teman-teman dekat Khadijah”. Aisyah berkata: “Saya memarahi Nabi di suatu hari”. Nabi bersabda: “Saya sudah diberi rezeki mencintainya” (HR Muslim)
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَفْعَلُهُ مِنْ ذَبْحِ الذَّبِيْحَةِ وَالتَّصَدُّقِ بِهَا عَنْ خَدِيْجَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا بَعْدَ وَفَاتِهَا فَقَالَ: طَبْعًا هَذَا مِنَ الصَّدَقَةِ نَعَمْ يُؤْخَذُ مِنْهُ اَنَّهُ يَتَصَدَّقُ عَنِ الْمَيِّتِ اِمَّا بِلَحْمٍ وَاِمَّا بِطَعَامٍ وَاِمَّا بِنُقُوْدٍ اَوْ بِمَلاَبِسَ يَتَصَدَّقُ عَنِ الْمَيِّتِ هَذَا مِنَ الصَّدَقَةِ عَنْهُ اَوْ بِاُضْحِيَّةٍ عَنْهُ فِي وَقْتِ اْلاُضْحِيَّةِ هَذَا كُلُّهُ مِنَ الصَّدَقَةِ عَنِ الْمَيِّتِ يَدْخُلُ فِيْهِ (فتاوى الاحكام الشرعية رقم 9661)
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallamamelakukan penyembelihan hewan dan menyedekahkannya untuk Khadijah setelah wafatnya (HR Muslim No 4464). Syaikh berkata: Secara watak ini adalah sedekah. Dari dalil ini dapat diambil kesimpulan bahwa boleh bersedekah atas nama mayit baik berupa daging, makanan, uang atau pakaian, ini adalah sedekah, atau dengan qurban saat Idul Adlha. Kesemua ini adalah sedekah atas nama mayit” (Fatawa al-Ahkam asy-Syar’iyah No 9661)
Melakukan sedekah untuk almarhum dapat dilakukan dimana pun, termasuk juga di makam, seperti yang disampaikan oleh ahli hadis al-Hafidz adz-Dzahabi bahwa seorang ulama bernama Abu al-Qasim Ismail bin Muhammad yang diberi gelar Qiwam as-Sunnah (penegak sunah) juga membawa makanan di makam:
وَسَمِعْتُ غَيْرَ وَاحِدٍ مِنْ أَصْحَابِهِ (الْاِمَامِ اَبِي الْقَاسِمِ) أَنَّهُ كَانَ يُمْلِي ” شَرْحَ مُسْلِمٍ ” عِنْدَ قَبْرِ وَلَدِهِ أَبِي عَبْدِ اللهِ، فَلَمَّا كَانَ خَتْمُ يَوْمِ الْكِتَابِ عَمِلَ مَأْدَبَةً وَحَلَاوَةً كَثِيْرَةً، وَحُمِلَتْ إِلَى اْلمَقْبَرَةِ (تاريخ الإسلام للذهبي – ج 8 / ص 195)
Saya dengar lebih dari satu orang dari muridnya, bahwa Abu al-Qasim menulis Syarah Muslim di dekat makam anaknya Abu Abdillah. Ketika ia khatam menulis kitab, ia membuat makanan dan masnisan yang banyak, serta dibawa ke makam (Tarikh al-Islam, 8/195)
تاريخ الإسلام للذهبي – (ج 8 / ص 193)
إسماعيل بن محمد بن الفضل بن علي بن أحمد بن طاهر. الحافظ الكبير، أبو القاسم التيمي، الطلحي، الإصبهاني، المعروف بالحوزي، الملقب بقوام السنة.
ولد سنة سبعٍ وخمسين وأربعمائة في تاسع شوال.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِىُّ يَأْتِى مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبًا . وَكَانَ عَبْدُ اللهِ يَفْعَلُهُ (رواه البخارى رقم 1193 ومسلم رقم 3462)
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Saw mendatangi masjid Quba’ setiap hari Sabtu, baik berjalan atau menaiki tunggangan. Dan Abdullah bin Umar melakukannya” (HR Bukhari No 1193 dan Muslim No 3462)
Imam an-Nawawi berkata:
فِيْهِ جَوَازُ تَخْصِيْصِ بَعْضِ الْأَيَّامِ بِالزِّيَارَةِ ، وَهَذَا هُوَ الصَّوَابُ وَقَوْلُ الْجُمْهُورِ (شرح النووي على مسلم – ج 5 / ص 62)
“Dalam hadis ini dijelaskan bolehnya menentukan sebagian hari untuk ziarah. Ini adalah pendapat yang benar dan pendapat mayoritas ulama” (Syarah Muslim 5/62)
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ رَجُلٍ يَزُوْرُ قَبْرَ أَخِيْهِ وَيَجْلِسُ عِنْدَهُ إِلاَّ اسْتَأْنَسَ بِهِ وَرَدَّ عَلَيْهِ حَتَّى يَقُوْمَ
“Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda: Tak seorang pun yang berziarah ke makam saudaranya dan duduk di dekatnya, kecuali ia merasa senang dan menjawabnya hingga meninggalkan tempatnya”
Al-Hafidz al-Iraqi memberi penilaian terkait status hadis ini:
قَالَ الْحَافِظُ الْعِرَاقِي أَخْرَجَهُ ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا فِي الْقُبُوْرِ وَفِيْهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ سَمْعَانَ وَلَمْ أَقِفْ عَلَى حَالِهِ وَرَوَاهُ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ فِي التَّمْهِيْدِ مِنْ حَدِيْثِ ابْنِ عَبَّاسٍ نَحْوَهُ وَصَحَّحَهُ عَبْدُ الْحَقِّ اْلأَشْبِيْلِيِّ (تخريج أحاديث الإحياء 4 / 216)
“Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi al-Dunya dalam al-Qubur. Di dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Sam’an, saya tidak mengetahui perilakunya. Hadis yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abdilbarr dari Ibnu Abbas dan disahihkan oleh Abdulhaqq al-Asybili” (Takhrij Ahadits al-IhyaIV/216)
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ عَبْدٍ يَمُرُّ بِقَبْرِ رَجُلٍ كَانَ يَعْرِفُهُ فِى الدُّنْيَا فَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ إِلاَّ عَرَفَهُ وَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ (رواه الخطيب في التاريخ 6 / 137 وابن عساكر 10 / 380 عن أبى هريرة وسنده جيد ورواه عبد الحق في الأحكام وقال : إسناده صحيح كما في القليوبي)
“Rasulullah Saw bersabda: Tidak seoramgpun yang melewati kuburan temannya yang pernah ia kenal ketika di dunia dan mengucap salam kepadanya, kecuali ia mengenalnya dan menjawab salamnya” (HR al-Khatib al-Baghdadi dalam al-Tarikh VI/137 dan Ibnu ‘Asakir X/380 dari Abu Hurairah. Dan sanadnya baik, juga diriwayatkan oleh Abdulhaqq dalam al-Ahkam, ia berkata: Sanadnya sahih)
صحيح البخارى – (ج 14 / ص 40)
قَالَ اعْتَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَرْبَعَ عُمَرٍ كُلُّهُنَّ فِى ذِى الْقَعْدَةِ ، إِلاَّ الَّتِى كَانَتْ مَعَ حَجَّتِهِ (رواه البخاري)
“Tidak dilakukan oleh Rasulullah” atau “Tidak ada contoh dari Rasulullah” bukan sebuah dalil untuk melarang suatu amalan yang telah menjadi ‘ijtihad’ oleh sebagian ulama. Klaim semacam ini memang sering dijadikan alat oleh ulama Salafi-Wahabi untuk membidahkan amalan-amalan yang dilakukan oleh mayoritas uma Islam. Sebagai contoh, tidaklah ditemukan dalil bahwa Rasulullah mengkhatamkan bacaan al-Quran selama Tarawih di bulan Ramadlan, ternyata fatwa Syaikh Bin Baz, ketua Komisi Fatwa Arab Saudi berkata lain:
هذا عمل حسن فيقرأ الإمام كل ليلة جزءا… وهكذا دعاء الختم فعله الكثير من السلف الصالح ، وثبت عن أنس – رضي الله عنه – خادم النبي – صلى الله عليه وسلم – أنهفعله ، وفي ذلك خير كثير والمشروع للجماعة أن يؤمنوا على دعاء الإمام رجاء أن يتقبل الله منهم
“Mengkhatamkan al-Quran selama Tarawih bulan Ramadlan adalah amal yang baik. Imam membaca 1 juz setiap malam. Demikian halnya dengan doa khataman al-Quran dilakukan oleh banyak ulama Salaf. Dan telah menjadi riwayat yang sahih bahwa Sahabat Anas, pelayan Nabi, melakukan doa khatam al-Quran. Di dalamnya ada banyak kebaikan. Bagi jamaah disyariatkan untuk mengamini doa imam, dengan harapan Allah mengabulkan doa mereka” (Majmu’ Fatawa Bin Baz 11/388)
Rasulullah Saw, Khulafa’ al-Rasyidin dan Para Sahabat Rutin Berziarah Tiap Tahun
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ التَّيْمِيِّ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي قُبُوْرَ الشُّهَدَاءِ عِنْدَ رَأْسِ الْحَوْلِ فَيَقُوْلُ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ قَالَ وَكَانَ أَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ يَفْعَلُوْنَ ذَلِكَ (مصنف عبد الرزاق 6716 ودلائل النبوة للبيهقى 3 / 306)
“Diriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim al-Taimi, ia berkata: Rasulullah Saw mendatangi kuburan Syuhada tiap awal tahun dan beliau bersabda: Salam damai bagi kalian dengan kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu (al-Ra’d 24). Abu Bakar, Umar dan Utsman juga melakukan hal yang sama” (HR Abdurrazzaq dalam al-MushannafNo 6716 dan al-Baihaqi dalamDalail al-Nubuwah III/306).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar